SENI PIKIR & TULIS
Sang Buddha : “Pandangan
(yang) salah artinya, tidak meyakini kebenaran adanya Hukum Karma dan adanya
Kelahiran Kembali.”
Kemajuan zaman, telah sangat membantu kita untuk menemukan kebenaran adanya “reborn” alias “kelahiran kembali”, baik lewat bukti-bukti empirik lewat verifikasi ilmiah, teknik psikologi bernama “past life regression”, maupun data-data sejarah yang kian terdokumentasi untuk melakukan proses klarifikasi akan adanya keterkaitan antara kelahiran seseorang pada kehidupan saat kini dan sosok kehidupan lampaunya. Ribuan kasus kelahiran kembali telah berhasil dikonfirmasi pada beberapa dekade terakhir ini, dan terungkap ataupun terkuak lebih banyak lagi contoh-contoh kasusnya dan sudah dipublikasikan secara luas lewat kajian ilmiah maupun secara nonformal.
Seorang peneliti bernama dr.
Walter Semkiw, dalam buku yang ditulisnya berjudul “BORN AGAIN, Kasus Kelahiran kembali Tokoh dan Selebriti”,
Penerjemah : Tasfan Santacitta, Penerbit Awareness Publication, Jakarta,
Cetakan 2, Des 2014, menuliskan dalam kutipan sebagai berikut di bawah ini
(kata-kata asli dari Walter Semkiw, redaksi sekadar mengutip, namun terpaksa
merubah redaksional frasa “reinkarnasi” menjadi “kelahiran kembali”).
Bukti Kelahiran kembali dan Dampaknya Pada Masyarakat dan
Agama.
Salah satu dampak paling
bermanfaat yang dipicu oleh pemahaman mengenai kelahiran kembali adalah
berkurangnya kekerasan di antara orang-orang dari latar belakang suku, agama,
dan ras yang berlainan. Perubahan ini sangat dibutuhkan, mengingat kejadian-kejadian seperti
penghancuran World Trade Center, maupun asupan harian berita kekerasan dan
pembunuhan yang dapat kita amati terjadi di antara masyarakat dengan budaya
yang bertentangan. Bukti yang disajikan dalam buku ini menunjukkan bahwa
orang bisa berganti persekutuan agama, suku, dan ras dari masa kehidupan demi
masa kehidupan.
Ketika orang menyadari bahwa
penganutan agama merupakan sistem kepercayaan yang bersifat sementara,
bahwasanya seseorang bisa saja menjadi pengikut Kristiani di satu kehidupan,
dan menjadi penganut Yahudi, Muslim, Hindu, atau Buddha di kehidupan lainnya,
maka konflik-konflik penganutan ini akan terlihat tidak nalar. Sesungguhnya, kita semua
harus berhenti berpikir mengenai diri kita secara eksklusif sebagai umat
Kristiani, Yahudi, Muslim, atau Hindu, karena dalam rentang masa kehidupan demi
kehidupan, kita pernah menjadi semuanya, bahkan lebih dari itu.
Hal yang baik dari pemahaman
ini adalah tidak ada agama yang direndahkan, dan tak seorang pun yang dianggap
salah. Malahan, kita akan mengerti bahwa dari kehidupan ke kehidupan, kita
punya kesempatan untuk menikmati dan belajar dari beragam ajaran agama.
Kuncinya adalah tidak terlalu melekat dengan satu sistem kepercayaan tertentu,
karena pada akhirnya, hal ini hanya membawa pada perpecahan dan pertikaian.
Saya percaya bahwa pengetahuan
mengenai mekanisme kelahiran kembali akan membantu umat manusia berevolusi dari
mentalitas kesukuan, yang mana kita mengidentifikasikan diri dengan satu
kelompok agama, suku, ras, atau bangsa tertentu, menuju tataran Manusia
Universal. Sebagai Manusia Universal, kita memahami dan menghormati
banyak budaya, namun tidak mematok diri sendiri dengan salah satu aliran pun.
Di seiring perubahan kita dari manusia kesukuan menjadi
Manusia Universal, rasisme dan prasangka keagamaan akan berakhir. Nasionalisme dan kebanggaan
etnik juga akan diletakkan dalam cara pandang demikian, tatkala kita menyadari
bahwa kita bisa dilahirkan di negara-negara yang berbeda dan dari orangtua
dengan latar etnik yang beragam, dari satu masa kehidupan ke masa kehidupan
lainnya. Ketika kita menyadari bahwa kita bisa berkulit putih di satu
kehidupan dan berkulit hitam atau Asia di kehidupan lainnya, maka prasangka
rasial pun akan lenyap.
Berbagai agama akan mengadopsi
perangkat ajaran yang lebih universal, ketika spiritualitas menjadi lebih
bersifat ilmiah, yang didasarkan pada pengamatan dan data obyektif.
Sesungguhnya, spiritualitas tak pelak lagi akan berpindah dari wilayah
kepercayaan menuju wilayah ilmu pengetahuan.
Manakala konflik dan peperangan
kolektif akan menyurut, maka perilaku kekerasan dan kejahatan individual pun
akan menyusut. Prakiraan ini didasarkan pada dua prinsip. Yang pertama karena orang-orang
akan menyadari karma sebagai suatu realita. Kita akan tahu bahwa apa
yang kita lakukan kepada orang lain akan kembali kepada kita pada waktunya.
Hal ini akan menciptakan
perubahan perilaku, baik bagi mereka yang ateis maupun mereka yang menganut
agama-agama yang mapan. Dewasa ini, doktrin-doktrin agama mengajarkan bahwa
perbuatan salah bisa dihilangkan atau diampuni oleh kuasa keagamaan dan Tuhan
tertentu. Hal ini mengurangi motivasi untuk berperilaku dengan cara yang
semestinya.
Bukti kelahiran kembali akan
membawa penyadaran bahwa kita bertanggung jawab atas tindakan kita dan dalam
masa kehidupan selanjutnya, kita akan menjadi subyek bagi tindakan sama yang
kita perbuat dalam kehidupan ini. Jika kita mengolok seseorang dalam kehidupan
ini, kita akan menjadi sasaran olokan dalam kehidupan lainnya. Jika kita
membunuh seseorang, pada kehidupan lainnya kita akan mengalami penderitaan yang
disebabkan oleh perbuatan kita. Jika kita mewujudkan tenggang rasa dan belas
kasihan, hal-hal ini juga akan kembali kepada kita.
Dengan pemahaman ini, setiap
tindakan yang memiliki potensi merugikan pihak lain akan dipertimbangkan dengan
lebih saksama. Sebagian orang akan berkilah bahwa dalam budaya yang memeluk kelahiran
kembali, kejahatan masih tetap eksis. Saya menanggapi hal ini dengan argumen
bahwa ada perbedaan besar antara memercayai kelahiran kembali dengan mengetahui
bahwa kelahiran kembali adalah jalan evolusi jiwa manusia.
Ketika Anda mutlak mengetahui bahwa kelahiran kembali dan
karma adalah nyata, maka melakukan kejahatan sama halnya dengan sengaja menaruh
tangan Anda ke dalam tungku yang berkobar. Alasan lain mengapa kekerasan akan berkurang
adalah karena orang-orang akan menyadari bahwa mereka bisa membawa serta
pengetahuan dan keterampilan yang diperoleh dalam kehidupan ini ke kehidupan-kehidupan
selanjutnya.
Hal ini terutama penting bagi
mereka yang terlahir dalam kemiskinan atau ketidak-beruntungan lainnya. Bagi
mereka yang terlahir papa, bagi mereka yang merasa tersisih dalam hidup,
kejahatan bisa tampak sebagai satu-satunya jalan keluar. Hal ini terutama
berlaku dalam budaya Amerika, di mana materialisme merajalela, dan kesenjangan
antara yang punya dan yang tak punya belum pernah sebesar ini.
Tersuguhi situasi timpang ini,
mereka yang melakukan kejahatan bisa jadi melihat tindakan mereka sebagai
pembalasan atas situasi ketidakadilan yang mereka rasakan dan sebagai pengobat
rasa putus asa mereka. Bukti-bukti yang dihadirkan dalam buku ini menunjukkan
bahwa dari kehidupan ke kehidupan, kita memetik lagi apa yang telah kita
tinggalkan, bahwa kita membawa serta keterampilan dan kecakapan yang telah kita
peroleh dalam kehidupan-kehidupan sebelumnya.
Kita akan melihat bahwa
individu-individu dapat kembali ke kehidupan untuk menuntaskan sebuah karya
atau membuahkan hasil sebuah cita-cita yang telah dimulai dalam kehidupan
terdahulu. Hal ini bisa membawa harapan bagi mereka yang terperangkap dalam
situasi yang tidak menguntungkan. Seseorang yang merasa kesempatannya terganjal
dalam masa kehidupan ini dapat berencana dan berinvestasi untuk kehidupan
selanjutnya. Kita bisa mulai belajar, memahami, dan berlatih dalam kelahiran
dalam kehidupan sekarang ini sebagai persiapan untuk kelahiran kembali
berikutnya.
Sebagai contoh, jika Anda ingin
menjadi seorang musisi besar, maka wujudkan hasrat itu hari ini. Dalam
kelahiran kembali mendatang, Anda akan bisa menghadirkan bakat yang telah
dipupuk pada masa silam. Jika Anda ingin menjadi kaya, belajarlah mengenai
keuangan dan investasi mulai hari ini, dan Anda akan membawa bakat bisnis dalam
kehidupan selanjutnya.
Jika Anda ingin menjadi musisi
hebat, berlatihlah memainkan alat musik dan belajarlah komposisi lagu mulai
hari ini, hingga bakat itu bisa muncul dalam kehidupan esok. Mengetahui bahwa
usaha yang dikerahkan dalam kehidupan ini akan berbuah dalam kehidupan lainnya
tentu akan membawa harapan bagi mereka yang dalam putus asa.
Memerangi kelaparan dan
kemelaratan dunia akan menjadi kepedulian yang lebih mendesak bagi setiap
individu di planet ini. Hal ini akan terjadi karena dua penyadaran. Pertama,
kita akan paham bahwa kita akan kembali ke dunia yang kita bantu bangun.
Kita bertanggung jawab atas kondisi-kondisi yang akan kita hidupi nantinya
dalam kelahiran kembali-kelahiran kembali mendatang. Dari sudut pandang
kepentingan diri sendiri, pengetahuan bahwa kita bisa terlahir kembali di
sebuah negeri yang miskin akan memotivasi mereka yang di negara maju untuk
berbagi sumber daya dengan negara-negara yang lebih miskin.
Penduduk negara-negara maju
akan merasakan kepentingan yang lebih mendesak untuk membantu negara-negara
miskin dalam membangun infrastruktur dan kebijakan ekonomi yang bisa menjamin
terpenuhinya kebutuhan pokok penduduknya. Sikap kita terhadap hutang Negara
Dunia Ketiga akan berubah, seiring dengan semakin pedulinya kita terhadap
kesulitan kaum miskin. Kedua, dari sudut pandang spiritual, kita akan
menyadari bahwa jumlah uang dalam rekening bank kita pada saat ajal sama sekali tidak bermakna di mata Tuhan.
Alih-alih, yang bermakna
adalah karma baik berdasarkan apa yang telah kita lakukan selama masa hidup
kita untuk membantu sesama. Dengan pemahaman yang lebih baik mengenai
karma, yang kaya akan lebih peduli untuk meringankan penderitaan mereka yang
tak punya. Bersama-sama, kita akan menginvestasikan lebih banyak waktu, tenaga,
uang, dan kreativitas kita untuk merancang cara-cara guna membuat dunia ini
menjadi tempat yang lebih baik bagi mereka yang terlahir dalam situasi yang
tidak menguntungkan.
Kita tidak akan terlalu
termotivasi untuk menaruh sumber daya kita demi rumah yang lebih besar, mobil
yang lebih mewah, perhiasan dan pernak-perniknya, tim olahraga, dan permainan
yang menjurus pada kekerasan. Sebaliknya, kita akan memiliki hasrat untuk
memperbaiki keadaan kehidupan demi kepentingan bersama. Pengetahuan
kelahiran kembali akan mengubah apa yang selama ini kita hargai, dan sebuah
hasrat akan muncul untuk mengejar hal-hal yang bernilai dari sudut pandang
spiritual. Melindungi lingkungan akan menjadi masalah yang lebih mendesak
ketika orang mulai menyadari bahwa mereka akan kembali ke Planet Bumi, Ibu
Pertiwi kita, berulang-ulang di masa depan.
Orang akan menyadari bahwa
dalam kehidupan-kehidupan berikutnya, mereka sendirilah yang harus berurusan
dengan masalah-masalah lingkungan yang mereka ciptakan hari ini. Keuntungan ekonomi tidak akan
lagi menjadi alasan yang melampaui pelestarian lingkungan, karena orang akan
menyadari bahwa apa pun yang mereka lakukan akan masuk hitungan dan
kejahatan terhadap Bumi juga memiliki dampak karma pula.
Hubungan antara anggota
keluarga, kawan, lawan sekalipun, akan diperbaiki ketika orang menyadari bahwa
kita kembali ke kehidupan dalam kelompok-kelompok, bahwa kita kembali ke Bumi
dengan mereka-mereka yang telah kita kenal sebelumnya. Mereka yang punya
konflik dengan kita dalam satu masa kehidupan akan kita jumpai lagi di
kehidupan lainnya. Musuh kita yang paling bebuyutan bisa saja kembali
kepada kita sebagai anggota keluarga atau rekan kerja, sehingga kita bisa punya
kesempatan lain untuk benar-benar mengenal orang tersebut dan berkesempatan
untuk mengakhiri konflik.
Dengan demikian, kita akan
berupaya lebih keras untuk saling pengertian dalam kelahiran kembali saat ini.
Kita akan belajar untuk bertoleransi terhadap mereka yang memiliki pandangan
bertentangan dan nilai-nilai yang berbeda dalam kehidupan. Hubungan yang
saling mengasihi akan disadari sebagai komoditi yang lebih berharga ketimbang
uang atau emas. Adalah hal yang menarik untuk melihat bagaimana agama-agama
mapan akan menanggapi memuncaknya bukti-bukti kelahiran kembali yang terus
bermunculan di dunia. Otoritas keagamaan akan memiliki dua pilihan: meleburkan
kelahiran kembali ke dalam doktrin mereka atau menolaknya.
Jika otoritas keagamaan menolak
bukti kelahiran kembali, mereka akan mempertahankan status quo dan melakukan pengamanan jangka-pendek, namun ini
berarti mereka juga menebarkan konflik keagamaan berkelanjutan, yang suatu saat
bisa berkembang menjadi bencana besar-besaran. Jika otoritas keagamaan menerima
informasi mengenai kelahiran kembali, mereka akan membantu menciptakan dunia
yang lebih damai. Agama-agama mereka akan bertahan, karena ajaran-ajaran yang
indah dan mengagumkan dari nabi-nabi mereka tidak akan musnah.
Di Salem, Massachusetts, pada
tahun 1692. Dua puluh orang perempuan dieksekusi setelah sekelompok gadis muda
menjadi emosional atau histeris ketika bermain-main dengan sihir. Pada
kenyataannya, sebagian orang yang dituduh sebagai penyihir di masa silam besar
kemungkinan adalah perempuan-perempuan yang punya bakat psikis tetapi dianggap
berbahaya oleh mereka yang tidak memiliki bakat tersebut. Zaman sekarang,
banyak perempuan yang ikut dalam kelas-kelas meditasi dirancang untuk memicu
intuisi dan kemampuan psikis untuk mengingat masa lampau tatkala mereka
ditindas dan dibakar di tiang. Sungguh bahaya terlahir sebagai orang yang
punya bakat hebat di dunia yang relatif primitif.
Akan menarik untuk melihat
bagaimana agama mapan bereaksi terhadap bukti kelahiran kembali yang
berdatangan ke dunia dewasa ini. Otoritas keagamaan punya pilihan untuk menolak
informasi atau bersikap terbuka terhadap kemungkinan bahwa mungkin terdapat
keabsahan tertentu dalam kasus-kasus kelahiran kembali yang bermunculan.
Dalam konteks ini, saya ingin
memberikan contoh sejarah lainnya, yaitu seorang ilmuwan dan ahli astronomi,
Galileo. Galileo tertarik pada pergerakan ombak dan menemukan bahwa pergerakan
ombak paling sesuai dengan teori-teori Nicolaus Copernicus (1473–1543).
Copernicus mengajukan teori bahwa Bumi mengelilingi matahari. Pandangan ini
bertentangan dengan kepercayaan bahwa Bumi adalah pusat alam semesta, yang
merupakan kosmologi yang dianut oleh Gereja Katolik Roma. Penelitian Galileo
mengenai pergerakan lautan menunjukkan bahwa Copernicus benar dan pengertian
kuno tidaklah sesuai kenyataan.
Pada tahun 1624, Galileo
menulis Dialogue of the Tides, yang
diizinkan terbit oleh badan sensor Gereja Katolik Roma, meski mereka mengubah
judulnya menjadi Dialogue on the Two
Chief World Systems. Meski Dialogue
on the Two Chief World Systems diterbitkan pada tahun 1632 dengan
sepersetujuan badan sensor gereja, Galileo diperintahkan hadir di Roma untuk
diadili karena “tuduhan kesesatan yang parah”.
Gereja Katolik Roma, nyatanya,
tidak menyukai pandangan dunia yang diusulkan oleh Copernicus dan Galileo, yang
meletakkan matahari sebagai pusat tata surya kita, di mana Bumi mengorbit
matahari. Gereja memaksa Galileo mencabut kembali teorinya bahwa matahari
berada di pusat tatasurya dan menjatuhkan hukuman penjara seumur hidup untuk
Galileo. Untuk mempermalukannya lebih lanjut dan mempertahankan kendali akan
sistem kepercayaan, Gereja Katolik Roma memerintahkan hukuman penjara Galileo
diumumkan di setiap universitas dan bukunya Dialogue
on the Two Chief World Sistems itu dibakar.
Lika-liku, bentuk, dan proporsi
wajah tampaknya konsisten dari satu kehidupan ke kehidupan lain. Kebiasaan
fisik, seperti postur, gerakan tangan, serta jenis perhiasan yang dipakai juga
bisa konsisten dari satu kehidupan ke kehidupan lain. Bahkan pose-pose yang
tertangkap dalam lukisan diri dan foto anehnya sering serupa dari satu
kehidupan ke kehidupan lainnya. Tipikal tubuh juga bisa konsisten, meski ukuran
tubuh bisa beragam. Seorang individu bisa memiliki fisik yang lemah dalam satu
kehidupan dan fisik yang kuat di kehidupan berikutnya. Seseorang bisa saja
pendek dalam satu kelahiran kembali dan tinggi dalam kelahiran kembali
berikutnya, meski karakteristik wajah, postur, dan gerak-gerik tampaknya tetap
sama.
Untuk catatan, riset kelahiran
kembali saya menunjukkan bahwa dalam sekitar 10-20% kasus, jiwa bisa berganti
jenis kelamin. Bahkan dalam kasus-kasus seperti ini pun, bangun-wajah masih
tetap konsisten. Secara keseluruhan, sebagian besar orang (80-90%) tidak
berubah jenis kelaminnya dari satu kehidupan ke kehidupan lainnya, dan agaknya
hakikat kita memiliki sifat dasar maskulin atau feminin.
Mereka yang dasarnya maskulin
cenderung terlahir berulang sebagai pria. Sedang mereka yang dasarnya feminin
lebih memilih kembali dalam tubuh perempuan. Saya pikir, bagaimanapun, kita
semua sudah berganti gender secara berkala, untuk belajar bagaimana rasanya
menjadi gender yang berbeda. Ciri kepribadian agaknya bertahan dari kehidupan
ke kehidupan. Cara seseorang memandang kehidupan dan cara orang lain
mempersepsikan diri Anda juga tetap konsisten. Beberapa ciri kepribadian kita
bersifat positif dan kita membawa sertanya menjadi manfaat.
Sedangkan beberapa ciri
kepribadian lainnya bisa membawa kerugian dan menyebabkan penderitaan dari
kehidupan ke kehidupan. Tampaknya, evolusi kita berperan untuk menghaluskan
bagian-bagian yang kasar dalam pembawaan kita. Sebagai contoh, katakan saja ada
seseorang yang sifatnya sangat agresif. Keuntungan menjadi seorang agresif
adalah orang ini mencapai tujuan-tujuannya. Aspek negatifnya adalah orang lain
mungkin terluka oleh pendekatan agresif itu.
Tujuan bagi seorang yang
agresif selama periode satu masa kehidupan atau lebih adalah untuk belajar
mempertimbangkan perasaan orang lain. Meski ciri kepribadian tetap konsisten,
saya telah mengamati bahwa penyakit badan maupun batin tidak bertahan dari satu
kehidupan ke lainnya. Individu-individu yang memiliki ketergantungan secara
kimia atau mengidap penyakit kejiwaan dalam suatu kehidupan sebelumnya
tampaknya tidak membawa kelainan-kelainan ini ke kehidupan selanjutnya. Secara
spiritual dan intelektual, kita tampaknya melanjutkan apa yang sebelumnya kita
tinggalkan. Pencapaian-pencapaian yang telah kita raih dengan susah payah dalam
pengejaran spiritual dan intelektual tetap bertahan—menjadi bagian dari diri
kita.
Karena itu, upaya-upaya
untuk memajukan diri kita tidak pernah sia-sia dan kita terus membangun sesuai
upaya kita dari kehidupan ke kehidupan. Sama juga, bakat bisa muncul
melalui satu kehidupan ke lainnya, namun sebaliknya, jika jiwa perlu mengambil
jalur yang berbeda dalam masa kehidupan tertentu, bakat-bakat tersebut kadang
terhalang. Sekalipun kita memiliki tingkat kematangan spiritual dan
pengembangan intelektual yang sama di sepanjang kehidupan-kehidupan, kita bisa
bertukar antara menjadi miskin dan kaya, terkenal dan tidak dikenal. Kita
bergiliran berada di dalam atau di luar lampu sorot.
Status kita dalam kehidupan
agaknya ditentukan oleh karma yang telah kita ciptakan dalam
kehidupan-kehidupan yang lampau, serta oleh pelajaran-pelajaran yang telah
ditentukan oleh jiwa kita sendiri. Tentu saja, ada pola bahwa jiwa yang
kuat akan kembali menjadi jiwa yang kuat, seniman besar kembali sebagai seniman
besar, dan mereka yang berpengaruh pada masa silam akan melakukannya lagi dalam
kehidupan berikutnya.
Seperti yang dibahas
panjang-lebar di bab pertama, ikatan agama dan latar belakang etnis bisa
berubah dari kehidupan ke kehidupan. Sebuah jiwa bisa saja menjadi umat
Kristiani di satu masa kehidupan dan bisa saja menjadi umat Yahudi atau Muslim
di kehidupan berikutnya. Hal ini membawa pemahaman baru mengenai konflik-konflik
yang dikarenakan perbedaan etnis atau agama. Tatkala saya menghubungkan
kemiripan-kemiripan kepribadian, saya memerhatikan bahwa seringkali terdapat
juga kemiripan dalam cara seseorang memilih untuk mengidentifikasi diri mereka
sendiri dengan nama, dari satu kehidupan ke kehidupan lainnya.
Lebih spesifiknya, nuansa dan
kecenderungan nama yang kita pilih seringkali sama dari satu masa kehidupan ke
lainnya. Tentu saja, orangtua kitalah yang memberi kita nama pada saat
kelahiran, tetapi ketika beranjak dewasa, kita memilih versi nama yang
diberikan kepada kita sesuai dengan yang kita inginkan. Sebagian memilih
memakai nama tengah ketimbang nama pertama, ada pula yang lebih menyukai nama
panggilan atau menggunakan inisial. Kita cenderung memilih variasi dari nama
kita yang mencerminkan irama batin, suatu pola energi atau corak energi.
Seperti halnya ciri kepribadian tetap konsisten dari kehidupan ke kehidupan,
cara ekspresi seseorang tampaknya sama dari satu kehidupan ke kehidupan.
Dalam kasus John B. Gordon /
Jeff Keene, sebuah analisis resmi linguistik yang dilakukan oleh profesor
sebuah universitas memang menunjukkan bahwa struktur penulisan bisa tetap sama
dari satu kelahiran kembali ke kelahiran kembali lainnya. Tentu saja ada
beberapa variasi gaya menulis yang dikarenakan perbedaan tradisi dari berbagai
zaman. Akan tetapi, konsistensi dalam gaya ekspresi maupun isi tetap teramati.
Seperti potret-potret yang membuat kita bisa melihat bagaimana penampakan
seseorang sama dari satu kehidupan ke kehidupan, dokumen sejarah, buku harian,
dan berbagai dokumentasi lainnya memungkinkan kita mempelajari gaya penulisan
lintas kelahiran kembali.
Orang-orang agaknya datang ke
kehidupan dalam kelompok-kelompok, berdasarkan pada karma bersama dan ikatan
emosional. Pasangan sering kembali bersama dan seluruh anggota keluarga
dapat berulang. Ketika seseorang terlahir lagi, para anggota lain dari kelompok
karma orang tadi akan hadir. Pengenalan anggota dari kelompok karma orang
tersebut merupakan kriteria penting lainnya dalam memastikan pencocokan
kehidupan lampau.
Penataan hubungan karma ini
bisa saja keluarga kita, kehidupan kerja, ataupun pengejaran yang bersifat
rekreasi. Penataan ini adalah panggung-panggung di mana kita memainkan drama
karma kehidupan kita. Hal ini membawa makna baru bagi ungkapan Shakespeare, “Kehidupan ini hanyalah panggung sandiwara.”
Jika hal ini benar, kita harus mempertanyakan apakah kita memiliki kehendak
bebas (free will). Saya percaya bahwa
meskipun kita semua memiliki sebuah rute yang telah digariskan sebelumnya dan
harus kita lakoni, kita memiliki kehendak bebas terhadap apa yang kita lakukan
selama perjalanan itu.
Sejatinya, pertumbuhan dan
evolusi manusia tidak bisa berlangsung tanpa adanya kehendak bebas. Sebagian
orang mungkin memiliki rute perjalanan yang lebih terstruktur sehingga
membatasi lintasan sampingan, sementara orang lain memiliki aturan main yang
tidak terlalu terstruktur. Namun demikian, kita tetap memiliki kehendak bebas
di sepanjang jalur takdir kita. Kelompok-kelompok karma memberikan
wawasan mengenai pengalaman deja vu.
Jika kita berjumpa dengan orang-orang yang telah kita kenal di kehidupan
lampau, tidaklah mengejutkan bahwa kita memiliki sepercik pengenalan ketika
kita bertemu. Karena orang memiliki pola perilaku yang konsisten, kita bisa
mengenali berbagai sifat dan reaksi unik ketika situasi-situasi tersebut
terjadi kembali.
Suatu ciri umum dalam riset
kehidupan lampau adalah simbol-simbol dari kehidupan lampau biasanya ditemukan
pada kelahiran kembali individu yang sekarang dan kejadian-kejadian sinkron
yang terjadi seolah memperkuat hubungan kehidupan silam. Dalam kasus saya pribadi,
banyak kejadian-kejadian “kebetulan” yang seakan menghubungkan kehidupan silam
saya sebagai John Adams, seorang pemimpin dalam Revolusi Amerika di Boston.
Sebagai contoh, saya pertama kali bicara di depan umum mengenai kehidupan
lampau saya di “Publick House” di Massachusetts, yang dibangun pada tahun 1711,
di sebuah ruangan yang penuh dengan pernak-pernik zaman Revolusi.
Gambar-gambar mengenai
kasus-kasus kelahiran kembali Bill Clinton, George W. Bush, Al Gore, dan diri
saya diserahkan ke tangan Presiden Clinton, yang saat itu ada di kantor, di
Gedung Putih, pada hari ulang tahun John Adams, sungguh ajaib. Tanpa sadar,
saya juga menandatangani kontrak buku saya Return
of the Revolutionaries pada hari ulang tahun John Adams, tanpa menyadari
penandatanganan yang sinkronistik ini sampai hari berikutnya.
Sekitar 50% kasus-kasus
kelahiran kembali yang diteliti Dr. Stevenson, kematian dini ataupun tragis
terjadi dalam kehidupan sebelumnya. Dr. Stevenson menemukan bahwa
individu-individu yang meninggal karena luka-luka yang traumatik, seperti luka
karena peluru atau pisau, seringkali terlahir dalam kelahiran kembali
berikutnya dengan bekas luka yang mencerminkan luka-luka yang terjadi dalam
kehidupan sebelumnya. Dalam kehidupan kini, anak sering memiliki fobia yang
berkaitan dengan penyebab kematian dalam kehidupan sebelumnya.
Sifat kepribadian, kesukaan,
dan kebiasaan seringkali bertahan dari satu kelahiran kembali ke lainnya. Penampakan fisik yang
dilaporkan sering sama dalam sejumlah kasus. Dalam 95% dari kasus Dr. Ian
Stevenson, anak kembali dalam jenis kelamin yang sama dengan kehidupan
sebelumnya. Jadi, hanya dalam 5% kasus terjadi peralihan jenis kelamin dari
satu kehidupan ke lainnya. Pada tahun 1998, Dr. Stevenson meneliti ulang
kasus-kasus yang ia teliti dua puluh tahun yang lalu. Dua di antara kasus-kasus
tersebut, tersedia foto-foto dari individu-individu dari kehidupan sebelumnya.
Gambar-gambar ini menunjukkan bahwa setelah usia dewasa, penampakan fisik
konsisten dari satu kehidupan ke kehidupan berikutnya.
Dr. Stevenson telah meneliti
nyaris 3.000 kasus yang mana anak-anak dilaporkan mampu mengingat kehidupan
lampau. Dr. Stevenson memiliki kriteria yang ketat untuk mempertimbangkan
kasus-kasus yang sahih dan dari 3.000 kasus yang ia periksa, sekitar seribu
memenuhi kriterianya sebagai otentik. Meski Dr. Stevenson tidak memfokuskan
pada kecocokan penampakan fisik pada tahun-tahun awal risetnya, kasus-kasus
Suzanne Ghanem, Daniel Jurdi, dan yang lain-lain telah membuat ia merevisi
pendekatannya. Hanan Monsour dan Suzanne Ghanem memiliki arsitektur wajah yang
sama, ciri wajah yang senada.
Rashid Khaddege dan Daniel
Jurdi juga memiliki fitur wajah yang serupa. Sebuah foto yang membandingkan
antara Khaddege dan Jurdi dilampirkan di akhir bab ini. Untuk melihat kesamaan
bangun-wajah Hanan Monsour dan Suzanne Ghanem, silakan rujuk buku Old Souls
oleh Tom Shrode. Dalam bukunya, Where
Biology and Reincarnation Intersect, Dr. Stevenson menyarankan agar
peneliti-peneliti pada masa mendatang secara sistematis mempelajari “kemiripan
wajah antara subyek dan kepribadian sebelumnya.”
Ketika seseorang menghadapi realita kelahiran kembali,
diperlukan suatu kajian ulang mengenai cara pandang dirinya akan dunia. Selama satu masa kehidupan,
kita semua mengembangkan sebuah cara pemahaman yang unik mengenai dunia. Sistem
kepercayaan ini mungkin melibatkan suatu aspek spiritual terhadap kehidupan,
atau bisa juga penganutan pandangan ateistik. Entah apa pun sistem kepercayaan
kita, bukti konkret kelahiran kembali menuntut adanya perubahan sistem
kepercayaan kita.
Hal ini terutama berlaku bagi
budaya-budaya di mana kelahiran kembali bukanlah hal yang wajar. Secara
kolektif kita akan perlu menyesuaikan sistem kepercayaan kita ketika
bukti-bukti obyektif kelahiran kembali muncul ke dunia. Secara umum, ini berita
bagus, cuma perlu pembiasaan saja. Kelahiran kembali memberikan kita sebuah
cara pandang yang lain mengenai perang, cara pandang yang membuat kita melihat
betapa sia-sianya pengorbanan jiwa dan sumber daya dalam perang.
Seperti yang telah saya
nyatakan banyak kali di halaman-halaman ini, hasrat saya yang paling besar
yaitu bukti akan reinkarnasi bisa membantu mengurangi aksi barbar, yang
sesungguhnya, dari sudut pandang karma, kekerasan hanya menuai kekerasan. Dalam
mempelajari kasus-kasus reinkarnasi, adalah hal yang menyedihkan mengamati
bagaimana perilaku dan pola-pola terus berulang. Jika kita bisa menjadi lebih
sadar akan pola-pola ini, yang terus kita ulangi tanpa sadar, barulah saat itu
kita bisa mengubah perilaku kita.
Ketika kita menyadari bahwa
kita bisa terlahir ke dalam bangsa, ras, agama, dan latar belakang etnis apa
pun, baru saat itu kita akan mengerti bahwa adalah hal yang bodoh untuk
memerangi satu sama lain karena perbedaan-perbedaan ini. Kita juga akan menyadari
bahwa merupakan hal yang keliru bagi satu kelompok untuk menguasai, untuk
menindas kelompok lainnya. Keuntungan jangka pendek yang dilandasi keinginan
egois hanya akan menjadi bumerang dan menyebabkan penderitaan dalam inkarnasi
lainnya.
Bakat-bakat dari masa lampau
bisa muncul dini dalam masa kehidupan selanjutnya. Kita bisa memerhatikan
bagaimana jenis kelamin bisa berubah dari satu inkarnasi ke lainnya, meski
karakteristik wajah, dan struktur tulang wajah tertentu, tetap konsisten. Perubahan-perubahan
yang sifatnya kosmetis terjadi dalam kasus-kasus ini, tetapi bentuk dasar dari
bangun-wajah tetap sama.
Harap diingat bahwa dalam
kasus-kasus reinkarnasi yang diteliti secara independen, termasuk kasus-kasus
yang diteliti oleh Ian Stevenson di University of Virginia, jiwa-jiwa bisa
bereinkarnasi sangat cepat, bahkan dalam hitungan hari. Pengalaman jiwa dalam
perwujudannya di dunia menentukan bakat dan posisi seseorang, bukannya kasta di
mana seseorang terlahir. Jadi kita bisa mengamati, bahkan di alam Bumi ini,
jiwa bisa lebih kuat dari apa yang dipikirkan oleh manusia.
Ahtun Re mengatakan bahwa
sekitar lima persen dari jiwa yang bereinkarnasi di Bumi saat ini memiliki
kemampuan untuk berdiam dalam lebih dari satu tubuh fisik pada saat yang sama. Ini
adalah fenomena yang telah saya amati dalam beberapa kasus reinkarnasi, bahwa
ketika seorang individu memiliki sebuah masalah dengan penggunaan obat atau
zat-zat terlarang dalam satu masa kehidupan, dalam masa kehidupan berikutnya,
jiwa itu tidak memiliki hubungan sama sekali dengan zat-zat yang membahayakan
tadi.
Pada titik ini, saya ingin
menekankan pengamatan bahwa modus operandi kita biasanya tidak berubah dari
kehidupan ke kehidupan. Sama pula, jiwa-jiwa yang bekerja dalam lingkup
kekuasaan negara suka kembali dan bekerja dalam peranan-peranan ini. Namun
demikian, mari kita sadari bahwa siklus karma juga digerakkan oleh kekerasan,
bahwa kekerasan hanya berbuah kekerasan dan barangsiapa yang hidup dengan
pedang akan mati oleh pedang juga. Secara jangka panjang, tidak ada dalam
tujuan jangka panjang siapa pun untuk saling berperang. Sebagian besar
kekerasan muncul dari ketidaktahuan akan bagaimana kehidupan bekerja dan
didasarkan pada perbedaan-perbedaan yang dipersepsikan dalam hal kebangsaan, ras,
dan etnis.
Banyak kasus lainnya yang
dimunculkan dalam buku ini, menunjukkan bahwa kita bisa mengubah
hubungan-hubungan ini dari kehidupan ke kehidupan. Dengan pengetahuan yang
dibawa oleh bukti-bukti atau adanya reinkarnasi ini, marilah kita akhiri siklus
kekerasan ini.
Di dunia fisik ini, kita
cenderung menjadi menghakimi dan tidak memaafkan. Terhadap benih-benih emosi
yang ditimbulkan semasa hidup, sebuah jejaring takdir yang rumit akan muncul
bagi sebuah kelompok inkarnasi di masa depan. Kami memiliki kepercayaan yang
sama bahwa bukti obyektif reinkarnasi bisa membantu menciptaan perdamaian dunia
yang lebih besar. Saya percaya bahwa bukti obyektif akan reinkarnasi, yang
sekarang terus mengalir muncul ke dunia, akan membantu terwujudnya Zaman
Kebenaran yang baru ini.
Meta-analisis mengenai sejumlah
besar riset penelitian telah membuktikan kemampuan orang untuk memengaruhi
hasil-hasil dari pemunculan angka acak. Dengan kata lain, ketika orang-orang
memusatkan pikiran di depan mesin penghasil angka acak dan mencoba memengaruhi
apakah mesin-mesin ini menghasilkan lebih banyak angka 1 atau 0, telah
dibuktikan secara ilmiah bahwa orang sebenarnya bisa memengaruhi hasil dari
proses yang mekanis dan elektris ini. Eksperimen-eksperimen ini menunjukkan
bahwa kemauan memang bisa memengaruhi dunia fisik.
Para pemimpin, seperti semua
orang, tidak luput dari hukum karma. Saya berharap bahwa bukti reinkarnasi akan
membuat para pemimpin, para Napoleon Pasifik, maupun para Napoleon Dunia,
melakukan pekerjaan mereka dengan perhatian dan nurani yang lebih. Seiring
semakin matangnya para pemimpin dalam evolusi pribadi mereka masing-masing,
peradaban dunia akan berkembang. Masyarakat-masyarakat baru yang damai dan
sejahtera barulah sungguh-sungguh bisa tercipta.
Individu-individu cenderung
untuk mengejar aktivitas-aktivitas yang serupa dari satu masa kehidupan ke
lainnya, dan mereka yang menulis buku dalam suatu inkarnasi seringkali menulis
buku dalam inkarnasi-inkarnasi sebelumnya. Lebih mudah juga menelusuri
kehidupan lampau yang secara historis bisa dibuktikan bagi para penulis, karena
mereka meninggalkan catatan tertulis.
Dalam kasus-kasus yang
ditampilkan dalam buku Born Again, kita telah mengamati sekali lagi bagaimana
kecenderungan, sikap, bakat, serta pola hidup dapat berulang kembali dari satu
inkarnasi ke lainnya.
Diharapkan bahwa bukti
reinkarnasi yang dapat ditemukan dalam bab-bab buku ini bisa membantu meredakan
kekerasan di antara negara dan masyarakat dari berbagai asal-usul. Dalam
kasus-kasus berikut, kita akan melihat bagaimana jiwa-jiwa bisa mengubah
afiliasi kebangsaan, etnik, dan ras. Dengan pengetahuan ini, marilah kita tidak
lagi berusaha mendominasi satu sama lain. Marilah kita menggunakan tenaga kita
untuk membangun sebuah planet yang harmonis, ketimbang menghancurkan pencapaian
kita maupun diri kita sendiri.
Sampai saat ini, fokus dari
buku Born Again ini adalah untuk menghadirkan kasus-kasus yang menunjukkan
bukti obyektif akan reinkarnasi. Menurut hemat saya, bukti obyektif akan
reinkarnasi akan membawa ke sebuah ilmu pengetahuan spiritual yang akan
membantu umat manusia untuk berevolusi semakin cepat dan dengan cara yang
damai.
~~~
Untuk membaca berbagai contoh
kasus kelahiran kembali para tokoh dan selebriti yang didokumentasikan oleh
Walter Semkiw, dapat merujuk langsung pada buku yang ditulis olehnya, “BORN AGAIN” dan telah terdapat terbitan
versi terjemahan Bahasa Indonesia. Bagi para pembaca yang berminat serta
penasaran membaca berbagai kasus kelahiran kembali, dapat membaca lebih banyak contoh
kasus lainnya pada buku karya Walter Semkiw tersebut yang telah beredar luas di
Indonesia.
Tidak ingat kehidupan lampau
kita, bukan berarti kita tidak pernah hidup di kehidupan lampau sebagai
seseorang sosok. Sama seperti ketika kita bahkan tidak ingat ingatan masa
lampau kita, masa kita masih dalam usia balita, ataupun apa yang kita makan
tepat satu minggu yang lalu, busana warna apa yang kita kenakan tepat satu
bulan yang lampau, bahkan kita kerap lupa jawaban ketika menghadapi soal-soal ujian
sekolah, ataupun dimana kita meletakkan kunci pintu dan kendaraan kita.
Contoh lain, mereka yang
mengidap alzheimer, bahkan dapat lupa nama mereka sendiri, nama sanak-keluarga
mereka sendiri, hingga lupa dimana alamat mereka bertempat-tinggal. Sebaliknya,
mereka yang mudah mempelajari bahasa asing, mudah dalam suatu bidang
keterampilan tertentu, bisa jadi merupakan sisa-sisa ingatan kita dari
kehidupan di masa lampau, yang bisa dibangkitkan kembali lewat teknik latihan
meditasi maupun lewat “past life
regression” yang telah memiliki metodologi ilmiahnya dalam ilmu psikologi
oleh para psikolog berlisensi.
© Hak Cipta HERY SHIETRA.
Budayakan hidup JUJUR
dengan menghargai Jirih Payah, Hak Cipta, Hak Moril, dan Hak Ekonomi
Hery Shietra selaku Penulis.