LEGAL OPINION
Vonis “DIBEBASKAN”
artinya Perbuatan yang Melawan Hukum Tidak Terbukti secara Pidana. Vonis“DILEPASKAN” artinya Perbuatan Melawan
Hukum telah Terbukti, namun Bersifat Perdata
Perbedaan & Konsekuensi Amar Putusan Pidana BEBAS
dan DILEPASKAN
Question: Bila suatu pihak melakukan suatu penggelapan ataupun penipuan atas dana milik korban, maka tidak bisa secara serta-merta menggugat (secara) perdata terhadap sang pelaku, karena preseden di pengadilan telah mengatakan “pidana tidak dapat dipersangkakan”, karenanya proses pemidanaan harus terlebih dahulu ditempuh terhadap pelakunya, sebelum bisa digugat secara perdata. Masalahnya, bagaimana jika ternyata hakim di persidangan perkara pidana buat putusan dengan vonis “dilepaskan” terhadap perbuatan sang pelaku?
Brief Answer: Bila yang menjadi amar putusan Majelis Hakim
pengadilan perkara pidana ialah “Menyatakan
perbuatan Terdakwa telah terbukti, namun bukan pidana (akan
tetapi ranah perdata)” sehingga oleh karenanya dalam amar selanjutnya
dinyatakan pula komplementernya, “Menyatakan
Terdakwa dilepaskan dari segala dakwaan (namun tidak terhadap
tanggung jawab keperdataan)”, yang mana makna dari frasa “perbuatan” dalam
putusan demikian, ialah “perbuatan melawan hukum”, baik yang disebutkan secara
eksplisit maupun secara laten dalam setiap pasal delik pemidanaan, dimana telah
terbuktinya “perbuatan” demikian, maka eksistensi putusan tersebut tetap dapat
digunakan sebagai bukti otentik untuk untuk membuktikan cukup secara sumir saja
“perbuatan melawan hukum” yang dilakukan oleh Tergugat (sang Terdakwa) dalam
perkara perdata.
Lain halnya bila vonis dalam putusan perkara
pidana dinyatakan bahwa Terdakwa “dibebaskan”,
yang bermakna bahwa “perbuatan” (perbuatan melawan hukum) sebagaimana kronologi
peristiwa dalam dakwaan Jaksa Penuntut Umum, ialah “tidak terbukti”,
karenanya dibebaskan dari hukuman pidana. Karena “perbuatan” yang didalilkan
Jaksa Penuntut Umum telah ternyata “tidak terbukti”, akibatnya pihak korban
pelapor tidak dapat menggunakan eksistensi putusan perkara pidana tersebut
sebagai alat bukti untuk menggugat pihak terlapor.
Sebagai kesimpulan, putusan “dilepaskan”-nya seorang Terdakwa dari
segala dakwaan, bukan berarti kekalahan bagi pihak korban pelapor,
mengingat upaya hukum yang masih terbuka lebar ialah gugatan ranah perdata
dimana unsur “perbuatan” (dalam hal ini “perbuatan melawan hukum”) telah
terbukti dan dibuktikan kebenarannya dalam putusan perkara pidana, sehingga
pembuktian dalam perkara perdata cukup secara “sumir” saja dengan menyertakan bukti
dokumen berupa salinan otentik putusan perkara pidana terhadap pihak Tergugat.
Karenanya, vonis perkara pidana “dilepaskan” sebagai akibat “perbuatan terbukti
namun bukan pidana”, dimaknai sebagai telah terjadi “perbuatan melawan hukum”
namun ialah ranah perdata yang dapat digugat dalam rangka meminta
pertanggung-jawaban.
PEMBAHASAN:
Salah satu contoh konkret
putusan perdata yang diterbitkan setelah terlebih dahulu tebir putusan perkara
pidana dengan amar “dilepaskan” terhadap sang Terdakwa yang dalam perkara
perdata merupakan pihak tergugat, tepat kiranya SHIETRA & PARTNERS
ilustrasikan secara konkret sebagaimana putusan Mahkamah Agung RI sengketa jual-beli
tanah register Nomor 2684 K/Pdt/2014 tanggal 22 Juni 2015, perkara antara:
- SONNY HENDRA PRASANTO, sebagai
Pemohon sekaligus Termohon Kasasi, semula selaku Penggugat; melawan
1. BAMBANG SRI GURITNO, S.E.,
bin SUMITRO DWIJO SUBROTO; 2. PURWANTO bin SUMATRO; 3. ANTONIUS LUKITO bin
SUMITRO DWIJO SUBROTO, selaku Para Termohon Kasasi sekaligus Para Pemohon
Kasasi, semula sebagai Para Tergugat.
Para Tergugat merupakan pemilik
tanah dan bangunan pada satu bidang tanah yang terdiri dari 2 (dua) sertipikat
hak atas tanah, yaitu Sertipikat Hak Milik Nomor 03886 atas nama Ny. Sunarti (almarhum
ibu dari Tergugat I dan Tergugat III) dan Sertipikat Hak Milik Nomor 03885 atas
nama Mandarini (istri dari Tergugat II). Tanah dan bangunan tersebut dijual
melalui Agen Properti Century 21 yang oleh staf-nya yang bernama Tri
Sasongko, memberitahukan informasi perihal dijualnya tanah dan bangunan
tersebut kepada Fenny istri Penggugat yang kemudian disampaikan kepada
Penggugat.
Penggugat berminat membeli, maka
bertemulah antara Penggugat dengan Para Tergugat sebelum kemudian sepakat atas
harga penjualan tanah dan bangunan tersebut dengan harga senilai
Rp1.500.000.000,00. Atas permintaan Tergugat II, Penggugat membayar uang tanda
jadi dan uang muka (DP) sebesar Rp300.000.000,00 dimana sisanya atas
kesepakatan akan dibayar melalui Kredit Pemilikan Rumah (KPR).
Penggugat membayar tanda jadi
dan uang muka melalui transfer Bank secara bertahap, dengan perincian: Pembayaran
kesatu, sebesar Rp100.000.000,00 dengan tujuan rekening Tergugat II. Pembayaran
kedua, sebesar Rp100.000.000,00 dengan tujuan rekening Tergugat I. Pembayaran ketiga,
sebesar Rp100.000.000,00 dengan tujuan rekening Tergugat I. Terhadap pembayaran
uang tanda jadi dan uang muka demikian, Tergugat II membuatkan tanda terima berupa
tiga lembar kwitansi sesuai masing-masing pembayaran nilai uang muka.
Selanjutnya, Penggugat
mengajukan KPR ke Bank untuk mendapatkan dana pembayaran dalam rangka melunasi sisa
pembayaran harga jual-beli tanah dan bangunan di atas, namun pada bulan
berikutnya belum kunjung mendapatkan persetujuan dari pihak Bank karena letak
dari tanah dan bangunan yang akan dijual tersebut ternyata dikategorikan
sebagai terletak di Pinggir Garis Sungai (PGS).
Berhubung menjadi demikian
berlarut-larutnya proses pelunasan atas sisa pembayaran harga jual tersebut,
maka Para Tergugat mengajak Penggugat bermusyawarah di kediaman pihak Tergugat
II yang mana kemudian dicapai kesepatan dan dituangkan dalam suatu Berita Acara
Musyawarah, yang pada pokoknya dirumuskan bahwa apabila tanah dan bangunan
tersebut oleh Tergugat dijual kepada pihak lain, maka Para Tergugat akan
mengembalikan uang tanda jadi dan uang muka dari Penggugat sebesar Rp300.000.000,00
secara penuh kepada Penggugat.
Hampir satu tahun berlalu sejak
peristiwa tersebut, tanah dan bangunan yang yang terdiri dari dua buah sertipikat
hak atas tanah di atas, telah ternyata tanpa sepengetahuan Penggugat sudah
dijual oleh Tergugat kepada pihak lain, sehingga tidak terdapat transparansi
dari pihak Tergugat terlebih akuntabilitas untuk mengembalikan uang muka yang
sebelumnya Penggugat berikan.
Terhadap penjualan tanah dan
bangunan tersebut, Penggugat menemui Para Tergugat untuk meminta pengembalian
uang tanda jadi dan uang muka yang telah diterima oleh Para Tergugat, sebagaimana
telah disepakati dalam hasil musyawarah sebelumnya. Akhirnya, Para Tergugat
melalui Tergugat I mengembalikan uang muka kepada Penggugat sebesar
Rp120.000.000,00—sehingga masih terdapat kekurangan pembayaran sebesar
Rp180.000.000,00.
Meski Penggugat telah berulang-kali
berusaha menagih kepada Para Tergugat, agar mengembalikan sisa uang tanda jadi
dan uang muka sebesar Rp180.000.000,00 namun Para Tergugat sukar untuk dapat
ditemui dan selalu berkelit dengan berbagai macam alasan. Penggugat merasa
dirugikan mengingat tidak ada iktikad baik Tergugat untuk mengembalikan dana,
maka Penggugat melaporkan atas tindakan Para Tergugat kepada pihak Kepolisian
Resor Kota Semarang, dengan tuduhan telah terjadi tindak pidana penggelapan
atas dana yang tidak dikembalikan Tergugat.
Proses pemidanaan berlanjut
hingga Para Tergugat disidangkan di Pengadilan Negeri Semarang dan dinyatakan
bersalah melakukan perbuatan melawan hukum atas tindakan pidana penggelapan
yang dilakukan bersama-sama {vide
Pasal 372 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana jo.
Pasal 55 (1) KHUP} sebagaimana Putusan Pengadilan Nomor 135/Pid.B/2012/PN.Smg.,
tertanggal 28 Juni 2012, dengan vonis menjatuhkan pidana penjara masing-masing
selama 7 (tujuh) bulan.
Berhubung Para Tergugat telah
melakukan perbuatan melawan hukum yang mengakibatkan kerugian bagi Penggugat,
maka adalah wajar dan sah menurut hukum agar Para Tergugat dihukum secara
tanggung renteng untuk membayar ganti kerugian secara tunai dan seketika kepada
Penggugat, atas kerugian materiil berupa pembayaran penggembalian uang pokok
dan ganti-rugi yang diperhitungkan bersama dengan bunga, terhitung sejak tahun
2009 sampai dengan gugatan diajukan, belum lagi pengeluaran untuk menyesa jasa
tenaga hukum.
Adapun yang menjadi bantahan
pihak Tergugat, ialah bahwa gugatan Penggugat adalah “prematur”, karena belum
saatnya diajukan. Gugatan Penggugat menggunakan rumusan bentuk surat gugatan perihal
“perbuatan melawan hukum”, semata karena didasarkan pada keberadaan putusan Pengadilan
Negeri Semarang dalam perkara pidana Nomor 135/Pid.B/PN.Smg., tertanggal 28
Juni 2012, yang menjatuhkan vonis terhadap Para Tergugat karena telah melakukan
perbuatan melawan hukum, yakni pidana Pasal 372 Kitab Undang-Undang Hukum
Pidana tentang Penggelapan.
Terhadap permohonan banding atas
perkara pidana tersebut, oleh Para Tergugat, Pengadilan Tinggi Semarang telah memutus
perkara banding melalui putusan perkara pidana Nomor 295/PID/2012/PT.Smg., dimana
gugatan dan putusan perkara perdata ini diajukan serta diputus saat proses
perkara pidana yang berjalan secara pararel masih berstatus “banding” dan belum
berkekuatan hukum tetap, sehingga Tergugat menilai gugatan perkara perdata ini masih
terlalu prematur untuk diajukan.
Telah ternyata pula, putusan
perkara pidana dimaksud, saat kini telah
diputus dalam tingkat banding sebagaimana putusan perkara pidana Nomor
295/PID/2012/PT.Smg., tertanggal 04 Januari 2013, dengan amar putusan sebagai
berikut:
“MENGADILI :
- Menerima permintaan banding dari para Terdakwa;
- Membatalkan Putusan Pengadilan Negeri Semarang tanggal 28 Juni 2012
Nomor 135/Pid.B/PN.Smg., yang dimintakan banding tersebut;
MENGADILI SENDIRI:
- Menyatakan perbuatan yang didakwakan kepada Terdakwa I: Bambang Sri
Guritno, S.E. bin Sumitro Dwijo Subroto, Terdakwa II: Purwanto bin Sumarto dan
Terdakwa III: Antonius Lukito bin Sumitro Dwijo Subroto, terbukti
tetapi bukan merupakan suatu tindak pidana;
- Melepaskan Terdakwa I: Bambang Sri Guritno, S.E. bin Sumitro
Dwijo Subroto, Terdakwa II: Purwanto bin Sumarto dan Tergugat III: Antonius Lukito
bin Sumitro Dwijo Subroto dari segala tuntutan hukum.”
Terhadap putusan Pengadilan
Tinggi di atas, hingga saat kini telah ternyata pihak Jaksa Penuntut Umum dari Kejaksaan
Negeri belum mengajukan upaya kasasi, atau dengan kata lain dengan mengingat
batas waktu upaya hukum kasasi tersebut telah terlampaui, sehingga dapat
dinyatakan bahwa putusan Pengadilan Tinggi Semarang Nomor 295/PID/2012/PT.Smg.,
tertanggal 04 Januari 2013 telah berkekuatan hukum tetap.
Gugatan Penggugat dirumuskan
sebagai gugatan “perbuatan melawan hukum”, dicirkan oleh keberadaan pokok
tuntutan berupa ganti kerugian materiil, berupa bunga sekian persen pertahun,
adalah kontradiktif terhadap dasar hukum satu-satunya gugatan “perbuatan
melawan hukum” ialah merujuk ketentuan Pasal 1365 KUHPerdata, yang tidak
mengenal adanya istilah atau bentuk kerugian yang berbentuk “uang pokok” ataupun
“bunga”, sehingga rumusan surat gugatan demikian adalah rancu adanya.
Terhadap gugatan Penggugat, Pengadilan
Negeri Semarang untuk itu menjatuhkan putusan, sebagaimana tercatat dalam
register Nomor 27/Pdt.G/2013/PN.Smg., tanggal 24 September 2013, dengan pertimbangan
hukum serta amar sebagai berikut:
“Menimbang, bahwa bukti P.1
berupa penerimaan uang muka dan uang tanda jadi tertanggal 10 Nopember 2009 dan
tanggal 18 Nopember 2009 serta tanggal 2 Desember 2009 melalui Century 21 dan
didukung bukti transfer Penggugat ke rekening Tergugat I di Bank Mandiri
tanggal 18 Nopember 2009 ini membuktikan bahwa Penggugat telah sepakat dengan
Para Tergugat untuk membeli tanah dan bangunan yang terletak di Jl. ... dengan
Sertifikat Hak Milik No. 03886 dan Sertifikat Hak Milik No. 03885 seharga 1,5 M
dan uang tanda jadi dan uang muka sebesar Rp. 300.000.000,- dan hal ini
dibenarkan Para Tergugat sehingga bukti P.1 dapat diterima sebagai bukti
yang sah dalam perkara ini;
“Menimbang, bahwa mengenai bukti
P.2 berupa Berita Acara Musyawarah dimana antara Penggugat dan Para Tegugat
ada kesepakatan berupa:
1. Pihak I dan II tetap berkomitmen untuk meneruskan transaksi jual-beli dengan
nilai transaksi Rp. 1.500.000.000,-
2. Pihak II telah membayar DP kepada Pihak I sebesar Rp. 300.000.000,- dan
sisa pelunasannya akan dibayar melalui transfer pembiayaan Bank;
3. Apabila dalam proses point 2 tersebut, Pihak I mendapatkan calon pembeli
lain (Pihak III), maka Pihak II tidak akan keberatan;
4. Apabila terjadi transaksi jual beli antara Pihak I dan Pihak III
sebagai calon pembeli lain, maka Pihak I bersedia mengembalikan seluruh DP sebesar
Rp. 300.000.000,- yang telah diterima pada saat transaksi jual beli tersebut;
Dimana hal ini membuktikan
bahwa benar para Tergugat telah menerima DP sebesar Rp.300.000.000,- dan juga
disebutkan Para tergugat bersedia mengembalikan DP sebesar Rp. 300.000.000,-
kepada Penggugat jika Para Tergugat menjual tanah dan bangunan tersebut kepada
Pihak lain sehingga dapat dijadikan alat bukti yang sah dalam perkara ini;
“Menimbang, bahwa mengenai bukti
P.3 berupa Surat Pernyataan dari Yulita Budiono dari Kantor Century 21 Ruko
Plaza Simpang Lima dimana Surat Pernyataan tersebut akan dipertimbangkan
Majelis Hakim bersamaan dengan keterangan saksi TRI SASONGKO dimana TRI SASONGKO
menerangkan bahwa saksi yang menghubungkan Penggugat dan Para Tergugat untuk
transaksi jual beli tanah dan bangunan yang berada di Jl. ... dan saksi juga
yang membuat berita acara musyawarah sebagaimana bukti P.2 dan bukti P.3 dan keterangan
saksi tersebut dibenarkan Para Tergugat sehingga bukti P.3 dan keterangan saksi
tersebut dapat diterima sebagai bukti yang sah dalam perkara ini;
“Menimbang, bahwa Para Tergugat
mengajukan bukti berupa T.1 yaitu Akta Pemberitahuan Putusan Pengadilan Tinggi Semarang
No. 295/Pid/2012/PT.Smg jo. No. 135/Pid.B/2012/PN.Smg dimana bukti ini
justru menegaskan bahwa perbuatan yang dilakukan Para tergugat terbukti
tetapi bukan merupakan tindak pidana dimana Majelis Hakim berpendapat perbuatan
dimaksud adalah Perbuatan Melawan Hukum dimana Para Tergugat tidak
mengembalikan uang muka sebagaimana telah dipertimbangkan diatas sehingga
Majelis Hakim berpendapat bahwa Para Tergugat sebagaimana dalam jawaban dan
Duplik mengakui telah menerima DP atau uang muka sebesar Rp. 300.000.000,- dan
telah mengembalikan kepada Penggugat sebesar Rp. 120.000.000,- maka tindakan
Para Tergugat yang tidak mengembalikan uang muka sebesar Rp. 180.000.000,-
merupakan perbuatan melawan hukum dan oleh karenanya point 5 dari petitum
gugatan Penggugat dapat dikabulkan sebab Para Tergugat dan Penggugat harus
terikat dengan musyawarah sesuai pasal 1338 KUH Perdata;
“MENGADILI :
Dalam Eksepsi:
- Menolak eksepsi Para Tergugat untuk seluruhnya;
Dalam Pokok Perkara:
- Mengabulkan gugatan Penggugat untuk sebagian;
- Menyatakan Para Tergugat (Tergugat I, Tergugat II, dan Tergugat III)
telah melakukan perbuatan melawan hukum (onrechtmatige daad) yang merugikan
Penggugat;
- Menyatakan sah dan berharga sita jaminan atas:
a. Satu bidang tanah dan
bangunan dengan Nomor Sertipikat Hak Milik 689, atas nama Bambang Sri Goeritno
(Tergugat I), luas „b 100 m2, yang terletak di Desa Panggung, Kecamatan
Semarang Utara, Kota Semarang;
b. Satu bidang tanah berikut
bangunan yang terletak di Perum Graha Prasetya II B/38 Seritipikat Hak Milik
Nomor 4014, atas nama Purwanto (Tergugat II) Tirtoagung RT.5 RW.3, Kelurahan
Pedalangan, Kecamatan Banyumanik, Kota Semarang;
- Menyatakan atas perbuatan melawan hukum yang dilakukan oleh Para Tergugat
telah menimbulkan kerugian bagi Penggugat secara materiil sebesar
Rp336.000.000,00 dengan perincian sebagai berikut:
Kerugian Materiil:
a. Uang Pokok :
Rp180.000.000,00.
b. Bunga 15% pertahun selama 3
tahun : Rp81.000.000,00.
c. Biaya Jasa Hukum :
Rp75.000.000,00.
Total : Rp336.000.000,00.
- Menolak gugatan Penggugat selain dan selebihnya.”
Dalam tingkat banding atas
permohonan Para Tergugat, putusan Pengadilan Negeri di atas kemudian diperbaiki
oleh Pengadilan Tinggi Semarang lewat putusan Nomor 499/Pdt/2013/PT.SMG.,
tanggal 2 Mei 2014, dengan pertimbangan hukum serta amar sebagai berikut:
“Menimbang, bahwa karena
Para Pembanding semula Para Tergugat telah dinyatakan wanprestasi, maka
penyebutan kualifikasi perbuatan Para Pembanding semula Para Tergugat sebagai
perbuatan melawan hukum sebagaimana tersebut
dalam gugatan harus ditafsirkan sebagai wanprestasi, hal ini tidak
menyebabkan tidak dapat diterimanya gugatan, karena sesuai dengan ketentuan
Pasal 178 ayat (1) HIR, Hakimlah yang wajib menentukan kualifikasi hukum
atas suatu peristiwa yang diajukan kepadanya, (i.c. penyebutan perbuatan
melawan hukum dalam posita / fundamentum petendi dari petitum gugatan harus
dibaca sebagai wanprestasi);
“MENGADILI :
- Menerima permohonan banding Para Pembanding semula Para Tergugat;
- Menguatkan Putusan Pengadilan Negeri Semarang tanggal 24 September 2013,
Nomor 27/Pdt.G/2013/PN.Smg., yang dimohonkan banding tersebut, dengan
memperbaiki dan menambah amar putusan, sehingga selengkapnya berbunyi sebagai
berikut:
Dalam Pokok Perkara:
- Mengabulkan gugatan Terbanding semula Penggugat untuk sebagian;
- Menyatakan Para Pembanding semula Para Tergugat telah wanprestasi;
- Menyatakan sah dan berharga sita jaminan atas:
a. ...;
b. ...;
- Menyatakan sah menurut hukum:
- Pembayaran I (pertama) tanda jadi dan uang muka ...;
- Pembayaran II (kedua) ...;
- Pembayaran III (ketiga) ...I;
- Menyatakan sah menurut hukum 3 (tiga) lembar kwitansi pembayaran tanda jadi
dan uang muka yang dibuat oleh Tergugat I;
- Menyatakan sah menurut hukum Berita Acara Musyawarah tertanggal 23 Januari
2010;
- Menghukum Para Pembanding semula Para Tergugat untuk membayar kerugian
Terbanding semula Penggugat yang berupa uang pokok / sisa pengembalian uang
muka sebesar Rp180.000.000,00;
- Menghukum pula Para Pembanding semula Para Tergugat untuk membayar bunga
sebesar 6% setahun, terhitung sejak perkara ini didaftarkan di Kepaniteraan
Pengadilan Negeri Semarang sampai dengan dilaksanakannya putusan ini sepenuhnya
oleh Para Pembanding semula Para Tergugat;
- Menolak gugatan Terbanding semula Penggugat selain dan selebihnya.”
Para pihak saling mengajukan
upaya hukum kasasi, dengan pokok keberatan oleh pihak Tergugat ialah bahwasannya
Majelis Hakim dalam putusannya menyatakan Para Tergugat telah melakukan
wanprestasi, namun surat gugatan dirumuskan sebagai gugatan “perbuatan melawan
hukum”.
Rumusan surat gugatan yang
semula dalam bentuk gugatan “perbuatan melawan hukum”, diperbaiki oleh Majelis
Hakim di persidangan, menjadi gugatan wanprestasi. Perbaikan atau perubahan rumusan
surat gugatan secara proaktif oleh pihak Majelis Hakim, dinilai tidak sesuai
dengan kaedah hukum acara perdata, mengingat antara “perbuatan melawan hukum”
dengan perbuatan “wanprestasi” di dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata,
memiliki pengertian serta akibat hukum masing-masing.
Dimana terhadap keberatan
demikian, Mahkamah Agung RI membuat pertimbangan serta amar putusan secara
sumir saja, sebagai berikut:
“Menimbang, bahwa terhadap
alasan-alasan tersebut Mahkamah Agung berpendapat:
“Bahwa alasan-alasan kasasi
Pemohon Kasasi I dan Pemohon Kasasi II tidak dapat dibenarkan, karena meneliti
dengan saksama Memori Kasasi Pemohon Kasasi I tertanggal 16 Juli 2014 dan
Memori Kasasi Pemohon Kasasi II tertanggal 21 Juli 2014 dihubungkan dengan
pertimbangan Putusan Judex Facti, dalam hal ini Putusan Pengadilan Negeri
Semarang yang mengabulkan gugatan Penggugat untuk sebagian dan diperbaiki oleh
Putusan Pengadilan Tinggi Semarang, ternyata tidak salah dalam menerapkan hukum
dan telah memberi pertimbangan yang cukup, karena Penggugat dengan bukti-bukti
P.1 sampai dengan P.3 dan seorang saksi yaitu Tri Sasongko Budi Sunarwanto, telah
berhasil membuktikan dalil gugatan;
“Menimbang, bahwa berdasarkan
pertimbangan di atas, lagi pula ternyata bahwa Putusan Judex Facti dalam
perkara ini tidak bertentangan dengan hukum dan/atau undang-undang, maka
permohonan kasasi yang diajukan oleh Pemohon Kasasi I: SONNY HENDRA PRASANTO,
dan Pemohon Kasasi II: BAMBANG SRI GURITNO, S.E. bin SUMITRO DWIJO SUBROTO, dan
kawankawan, tersebut harus ditolak;
“M E N G A D I L I :
- Menolak permohonan kasasi dari Pemohon Kasasi I: SONNY HENDRA PRASANTO,
dan Pemohon Kasasi II: 1.BAMBANG SRI GURITNO, S.E. bin SUMITRO DWIJO SUBROTO, 2.PURWANTO
bin SUMATRO, 3.ANTONIUS LUKITO bin SUMITRO DWIJO SUBROTO, tersebut.”
…
© Hak Cipta HERY SHIETRA.
Budayakan hidup JUJUR dengan menghargai Jirih Payah, Hak Cipta, Hak Moril, dan Hak Ekonomi Hery Shietra selaku Penulis.