LEGAL OPINION
Aspek Hukum Perjanjian Jual Beli dengan Kewajiban
Pembelian Kembali (REPO) atas Saham
PENGGELAPAN terhadap GADAI SAHAM disertai PENCUCIAN UANG, Dakwaan Pasal Berlapis
Question: Terhadap perjanjian REPO, Repurchase Agreement yang disertai klausula kewajiban pihak penjual saham untuk membeli kembali sahamnya tersebut saat jatuh tempo, apakah dapat dimaknai pembeli saham memiliki kebebasan untuk membebaskan kewajiban pihak penjual untuk membeli kembali saham yang telah dijualnya tersebut, alias pembeli saham berhak menjual saham yang dibeli tersebut kepada pihak ketiga?
Brief Answer: Perjanjian jual-beli barang dengan hak maupun
kewajiban pembelian kembali, sejatinya merupakan konstruksi hukum serumpun
dengan “penitipan” maupun “pembiayaan”, sehingga sifatnya ialah “perjanjian
bersyarat”. Bila perjanjian jual-beli tersebut disertai hak untuk
membeli kembali oleh pihak penjual, maka sifatnya ialah “perjanjian bersyarat
batal”, dalam artian bila penjual tidak menggunakan haknya untuk membeli
kembali (“hak” memiliki makna boleh dipakai namun juga boleh tidak digunakan)
dalam kurun waktu yang telah disepakati dalam perjanjian, maka pembeli berhak
untuk menjualnya kembali kepada pihak ketiga.
Sementara itu bila perjanjian demikian disertai kewajiban
membeli kembali oleh pihak penjual, maka sifatnya ialah “perjanjian bersyarat
tangguh”, dalam artian kepemilikan pihak penjual ditangguhkan hingga kurun
waktu tertentu sebagaimana disepakati dalam perjanjian. Mengingat kedua jenis
perjanjian jual-beli demikian bersifat “bersyarat”, maka bila pihak pembeli
mengalihkan kepemilikan barang jual-beli kepada pihak ketiga, maka pihak
pembeli telah melakukan tindak pidana “penggelapan”.
Meski demikian, untuk menghindari
multi-interpretasi dan bibit konflik sengketa hukum, idealnya “REPO atas saham”
tidak ditulis sebagai “perjanjian jual-beli saham dengan kewajiban membeli
kembali”, namun disusun dengan redaksional judul “perjanjian jual-beli saham
dengan kewajiban membeli kembali oleh pihak penjual, dan kewajiban menjualnya
kembali oleh pembeli kepada pihak penjual”. Dengan ketegasan demikian,
diharapkan potensi sengketa hukum baik pidana maupun perdata dapat
diminimalisir dan dimitigasi.
Mahkamah Agung RI telah pernah membuat
pertimbangan hukum dalam putusannya, bahwa REPO Saham adalah transaksi jual
efek dengan perjanjian untuk membeli kembali pada waktu dan harga yang telah
ditetapkan. Dengan kata lain, “REPO Saham” dapat diartikan sebagai transaksi
pembiayaan dengan jaminan saham (gadai saham) dimana penjual
mendapatkan pinjaman dari pembeli dengan jaminan saham. Karena sifatnya
ialah “gadai saham”, maka pihak yang menggadaikan sahamnya berhak untuk
menebusnya kembali sepanjang masih dalam kurun atau tempo waktu yang telah
disepakati dan ditentukan sebelumnya dalam perjanjian REPO. Berikut salah satu
petikan pendapat Mahkamah Agung RI dalam putusannya sebagai kaedah norma
preseden “best practice”:
“REPO Saham adalah suatu
perjanjian gadai saham sebagai jaminan oleh pemilik saham kepada
penerima gadai dengan keuntungan tertentu, dengan ketentuan / syarat bahwa
saham yang di REPO atau yang digadaikan dapat ditebus kembali oleh pemberi
gadai dalam waktu tertentu dengan harga yang telah disepakati.
“Prinsip hukum yang terkandung
dalam transaksi REPO Saham adalah adanya hak prioritas yang diberikan kepada
pemilik REPO Saham untuk membeli kembali sahamnya yang telah di REPO dari
tangan penerima gadai / pembeli REPO Saham. Ini berarti bahwa penerima
gadai saham atau jual beli saham dengan hak membeli kembali. Dalam hal ini pembeli
REPO Saham tidak dapat mengalihkan, memindahtangankan, menjual atau mengadaikan
kembali saham tersebut tanpa sepengetahuan, persetujuan izin dari penjual REPO
Saham.
“Bahwa ada klausula dalam
perjanjian REPO Saham menegaskan pada pokoknya bahwa pihak pemegang gadai saham
dalam hal ini wajib menyerahkan kembali kepada pemberi gadai untuk menebus
kembali saham REPO tersebut.
“Tidak dibenarkan oleh hukum
bagi pihak pemegang gadai saham untuk mengalihkan REPO Saham kepada pihak lain
sebelum jatuh tempo dengan syarat penerima gadai saham memberi kesempatan
kepada pihak pemberi gadai saham untuk ditebus kembali.
“Hubungan hukum REPO Saham atau
gadai saham, bukanlah hubungan hukum jual beli saham. Terdapat perbedaan antara
“REPO Saham” dengan jual beli saham. Bahwa dalam REPO Saham pemberi gadai saham
dapat menebus kembali saham yang digadaikan olehnya setelah jatuh tempo
berakhir dan harga tertentu yang telah disepakati, artinya penerima gadai saham
tidak boleh berkehendak bebas atas saham yang diterimanya secara gadai.
Sedangkan dalam murni jual beli saham, pembeli saham berhak secara bebas untuk
melakukan perbuatan hukum apapun terhadap saham yang dibelinya (tanpa syarat
apapun).
“Perjanjian REPO Saham tidak
mengakibatkan hak kepemilikan atas saham beralih kepada penerima gadai saham,
oleh karena itu penerima gadai tidak dapat dibenarkan untuk menjual,
mengalihkan atau memindah tangankan kepada orang lain atas saham tersebut.
“Perbuatan penerima gadai saham yang mengalihkan / memindah tangankan
saham yang diterima secara gadai (REPO Saham) dari pemberi gadai saham bukanlah
merupakan perbuatan perdata murni, melainkan perbuatan pidana atau
perbuatan kriminal karena ada larangan pidana untuk mengalihkan sebagian atau
seluruhnya milik orang lain. Mengalihkan / memindah-tangankan saham yang
diterima secara gadai dari pemberi gadai saham baik sebagian atau seluruhnya
kepada pihak lain adalah perbuatan tindak pidana MENGGELAPKAN saham.”
PEMBAHASAN:
Terdapat sebuah ilustrasi
konkret, sebagaimana dapat SHIETRA & PARTNERS cerminkan lewat putusan
Mahkamah Agung RI perkara pidana register Nomor 1491 K/PID.SUS/2016 tanggal 18
Agustus 2017, Terdakwa didakwa karena telah dengan sengaja dan melawan hukum
memiliki barang sesuatu yang seluruhnya atau sebagian adalah kepunyaan orang
lain, tetapi yang ada dalam kekuasaannya bukan karena kejahatan, sebagaimana
diatur dan diancam pidana dalam Pasal 372 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana.
Bermula ada pertengahan bulan
Desember 2012, Andri Cahyadi berkeinginan memperluas usaha dibidang batu bara
tetapi kekurangan dana sehingga membutuhkan dana tambahan, dengan cara menawarkan
REPO (Repurchase Agreement) atas
saham CNKO milik Gupta Yamin, yaitu perjanjian jual beli dengan kewajiban
membeli kembali dimana pihak penjual saham berkewajiban untuk membeli kembali
saham yang sudah dijual, dan pihak pembeli berjanji akan menjual kembali kepada
pihak penjual saham selama periode yang telah ditentukan, tidak boleh dilakukan
jual beli saham tersebut kepada orang lain di luar pihak penjual dan pembeli.
Pada saat akan melakukan
penjualan saham, sebelumnya pihak penjual saham telah dipesan bahwa jika sudah
365 hari ia akan membeli lagi dan jangan dipindahtangankan, yang kemudian
Terdakwa menyetujuinya hal tersebut dibuktikan adanya tanda tangan Terdakwa di
dalam perjanjian REPO tertanggal 26 Desember 2012. Nilai nominal REPO
Rp10.000.000.000,00. Namun pada awal Januari 2013, tidak sampai dua bulan sejak
perjanjian REPO ditanda-tangani, Gupta Yamin mendapatkan informasi bahwa
Terdakwa telah memindahkan atau menjual saham yang dijual secara REPO dan
termasuk saham yang hanya digunakan sebagai jaminan ke securitas.
Gupta Yamin menghubungi
Terdakwa guna menanyakan penjualan REPO Saham tersebut yang terjadi tanpa
sepengetahuan dari Gupta Yamin namun Terdakwa tidak pernah dapat dihubungi. Atas
perbuatan Terdakwa yang telah menjual saham CNKO tanpa sepengetahuan dari Gupta
Yamin selaku pemilik 45.977.012 lembar saham CNKO mengalami kerugian senilai
Rp20.000.000.000,00 (dua puluh miliar rupiah) dan PT. Eksploitasi Energi
Indonesia selaku Emiten mengalami kerugian portofolio dengan harga saham CNKO
turun sebesar Rp90/lembar saham, hingga saat ini dengan total saham yang
dikeluarkan oleh CNKO sebesar 9.000.000.000 lembar saham, total kerugian PT.
Eksploitasi Energi Indonesia adalah Rp810.000.000.000,00 (delapan ratus sepuluh
miliar rupiah).
Adapun Dakwaan Kumulatif Kedua
sebagai “dakwaan berlapis”, Terdakwa didakwa karena telah mentransfer atas
harta kekayaan yang diketahuinya atau patut diduganya merupakan hasil tindak
pidana dengan tujuan menyembunyikan atau menyamarkan asal usul harta kekayaan, tersebut
sebagaimana diatur dan diancam pidana dalam Pasal 3 Undang-Undang Nomor 8 Tahun
2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang.
Sebagai modus “cuci uang” (money laundring), tujuan daripada Terdakwa
mentransfer dana hasil dari penjualan saham CNKO sebesar Rp17.066.365.018,00
adalah untuk mengaburkan atau menyembunyikan karena telah
bercampur dengan dana milik Terdakwa di PT. Glory Mitra Investex (PT. GMI)
dimana Terdakwa selaku Direktur Utamanya sesuai dengan Akta Pendirian Perseroan
Terbatas dimaksud. [Note SHIETRA & PARTNERS : Sebenarnya, peristiwa
hukum yang terjadi ialah “tindak pidana korporasi, mengingat subjek hukum
pembeli yang mengikatkan diri di dalam Perjanjian REPO ialah korporasi PT. Glory
Mitra Investex dimana direkturnya pada saat itu dijabat oleh Joni Wijaya
(Terdakwa).
Terhadap tuntutan Jaksa
Penuntut Umum, yang kemudian menjadi putusan Pengadilan Negeri Jakarta Selatan
Nomor 673/Pid.B/2015/PN.Jkt.Sel, tanggal 21 Januari 2016, dengan amar sebagai
berikut:
“MENGADILI :
1. Menyatakan perbuatan Terdakwa Joni Wijaya sebagaimana yang didakwakan oleh
Jaksa Penuntut Umum telah terbukti, tetapi perbuatan tersebut bukan merupakan
tindak pidana;
2. Melepaskan Terdakwa tersebut dari segala tuntutan hukum (Onslag
vanrechtsvervolging);
3. Memulihkan hak Terdakwa dalam kemampuan, kedudukan dan harkat serta
martabatnya.”
Pihak Kejaksaan mengajukan
upaya hukum kasasi, dengan pokok keberatan terhadap pertimbangan hukum Pengadilan
Negeri yang langsung menyimpulkan bahwa apa yang dilakukan oleh Terdakwa
merupakan masuk dalam ruang lingkup perdata sehingga dilepaskan dari tuntutan
pidana. Di dalam perjanjian REPO antara korban (Gupta Yamin) dan Terdakwa Joni
Wijaya, disebutkan bahwa saham yang di-REPO-kan adalah bukan 45.977.012 lembar
saham CNKO, tetapi 22.988.506 lembar saham dengan nilai Rp10.000.000.000,00
(sepuluh miliar rupiah) sedangkan yang 22.988.506 lembar saham hanya sebagai
jaminan jika terjadi penurunan nilai atas harga saham CNKO dimaksud.
Penuntut Umum berpendapat bahwa
Terdakwa memiliki niat tidak baik alias niat jahat, mengingat perjanjian REPO
tersebut hanyalah sebagai modus untuk mendapatkan keuntungan karena Terdakwa
telah menjual seluruh saham baik yang di-REPO-kan maupun yang hanya sebagai
jaminan saja dengan nilai uang yang ia terima dari hasil penjualan tersebut
adalah Rp17.066.365.018, dengan demikian Terdakwa mendapat keuntungan dalam
waktu kurang dari seminggu, sehingga tidaklah cukup beralasan kalau harga saham
mengalami penurunan dan Terdakwa dirugikan.
Berhubung jangka waktu
perjanjian REPO dimakud belum habis (360 hari) sebagaimana telah disepakati dan
diatur dalam perjanjian, sehingga apa yang dilakukan oleh Terdakwa tidak dapat
dipersamakan dengan melanggar dalam konteks perbuatan melawan hukum
kontraktual-perdata, namun (juga) sudah merupakan perbuatan melawan hukum dalam
konteks pidana karena Terdakwa tidak pernah meminta izin terlebih dahulu untuk
berbuat secara menyimpang terkait dengan isi perjanjian, sehingga perbuatan
hukum demikian sudah merupakan pelanggaran terhadap hukum pidana. Dimana
terhadapnya, Mahkamah Agung RI membuat pertimbangan serta amar putusan sebagai
berikut:
“Menimbang, bahwa terhadap
alasan-alasan kasasi dari Pemohon Kasasi / Penuntut Umum tersebut Mahkamah
Agung berpendapat:
- Alasan-alasan kasasi Penuntut Umum pada pokoknya tidak sependapat Judex
Facti dalam hal menyatakan perbuatan Terdakwa Joni Wijaya sebagaimana dalam
dakwaan telah terbukti tetapi perbuatan tersebut bukan merupakan tindak pidana.
Penuntut Umum berpendapat Terdakwa terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah
melakukan tindak pidana melanggar Pasal 372 KUHPidana dan Pasal 3 Undang-Undang
Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU);
- Alasan keberatan Penuntut Umum pada pokoknya keberatan dengan alasan pertimbangan
Judex Facti dalam melepaskan Terdakwa dari segala tuntutan dengan menyatakan
bahwa hubungan hukum Terdakwa Joni Wijaya selaku Direktur PT. GIory Mitra
Investex (selaku pembeli) dengan saksi korban Gupta Yamin selaku penjual atas
saham Exploitasi Energy Indonesia, Tbk. adalah hubungan hukum perdata yaitu
perjanjian jual beli saham secara REPO (Repurchase Agreement tertanggal 26 Des.
2016). Keberatan ini tidak dapat dibenarkan dengan alasan perbuatan yang
dilakukan Terdakwa adalah perbuatan pidana sehingga dapat dibebani tanggung
jawab pidana dan perdata;
- Berdasarkan Peraturan Nomor VIII.G.13 Lampiran Keputusan Ketua Papepam
- LK Nomor Kep-132/BL/2006 tentang Perlakuan akuntasi Repurchase Agreement
(REPO) dengan menggunakan Master Repurchase Agreement (MRA) didefinisikan bahwa
REPO Saham adalah transaksi jual efek dengan perjanjian untuk membeli
kembali pada waktu dan harga yang telah ditetapkan. Dengan kata lain dapat
diartikan sebagai transaksi pembiayaan dengan jaminan saham dimana penjual
mendapatkan pinjaman dari pembeli dengan jaminan saham;
- Yang dimaksud dengan REPO Saham adalah suatu perjanjian gadai saham sebagai
jaminan oleh pemilik saham kepada penerima gadai dengan keuntungan tertentu dan
dengan ketentuan / syarat bahwa saham yang di REPO atau yang digadaikan
dapat ditebus kembali oleh pemberi gadai dalam waktu tertentu dengan harga yang
telah disepakati;
- Bahwa prinsip hukum yang terkandung dalam transaksi REPO Saham
adalah adanya hak prioritas yang diberikan kepada pemilik REPO Saham untuk membeli
kembali sahamnya yang telah di REPO dari tangan penerima gadai / pembeli REPO
Saham. Ini berarti bahwa penerima gadai saham atau jual beli saham
dengan hak membeli kembali dalam hal ini Terdakwa tidak dapat mengalihkan,
memindahtangankan, menjual atau mengadaikan kembali saham tersebut tanpa
sepengetahuan, persetujuan izin dari saksi korban PT. Eksploitasi Energy
Indonesia Tbk.;
- Berdasarkan fakta hukum persidangan, bahwa hubungan hukum antara
Terdakwa dengan saksi korban awalnya adalah hubungan hukum keperdataan
yaitu perjanjian jual beli saham dengan hak membeli kembali (transaksi REPO
Saham), namun dari sejak awal hingga pada tahap pelaksanaannya kemudian
berubah menjadi perbuatan pidana dalam kaitan implementasi atau pelaksanaan
perjanjian “REPO Saham”, atau perjanjian gadai saham antara Terdakwa selaku
Direktur PT . Glory Mitra lnvestex dengan pihak korban PT. Eksploitasi Energy
Indonesia Tbk.;
- Bahwa hubungan hukum perjanjian antara Terdakwa sebagai pihak dari PT.
Glory Mitra lnvestex dengan pihak korban PT. Eksploitasi Energy Indonesia Tbk.
namun ternyata dalam pelaksanaan perjanjian terjadi perbuatan pidana yang
dilakukan oleh Terdakwa yaitu mengalihkan atau menjual saham REPO kepada pihak
lain tanpa seizin atau sepengetahuan pemilik saham saksi korban Gupta
Yamin. Padahal seharusnya Terdakwa menyerahkan kembali saham REPO
tersebut untuk ditebus oleh pihak korban PT. Eksploitasi Energi Indonesia
(EEI);
- Bahwa ada klausula dalam perjanjian REPO Saham menegaskan pada pokoknya
bahwa pihak pemegang gadai saham (Terdakwa) dalam hal ini wajib menyerahkan
kembali kepada pemberi gadai PT. Eksploitasi Energi Indonesia (EEI) untuk menebus
kembali saham REPO tersebut;
- Bahwa tidak dibenarkan Terdakwa mengalihkan REPO Saham kepada pihak lain
sebelum jatuh tempo dengan syarat Terdakwa menyerahkan kepada PT. Eksploitasi
Energi Indonesia (EEI) untuk ditebus kembali;
- Perbuatan Terdakwa baru dapat dikatakan sebagai perbuatan perdata wanprestasi
dan penyelesaiannya masuk dalam ranah perdata apabila kerugian yang diderita
oleh saksi korban Gupta Yamin murni perdata dalam keadaan “resiko / dampak
ekonomi, krisis ekonomi” sehingga membuat dampak kerugian bagi korban;
- Bahwa tidak ada alasan untuk menyatakan perbuatan Terdakwa wanprestasi dalam
pelaksanaan perjanjian REPO Saham Terdakwa mempunyai niat jahat dan
perbuatan melawan hak atau melawan hukum dilakukan dengan cara mengalihkan,
memindah-tangankan atau menjual saham milik saksi korban Gupta Yamin dari PT.
Eksploitasi Energi Indonesia (EEI) tanpa persetujuan atau izin dari Gupta Yamin;
- Terdakwa mempunyai kesalahan dengan sengaja sebagai niat
untuk menjual saham milik saksi korban yang telah di REPO Saham kepada Terdakwa
guna kepentingan atau keuntungan Terdakwa dengan merugikan saksi korban
Gupta Yamin dari PT. Eksploitasi Energi Indonesia (EEI);
- Hubungan hukum antara Terdakwa dengan PT. Eksploitasi Energi Indonesia (EEI)
adalah hubungan hukum “REPO Saham”, atau gadai saham, bukan hubungan hukum
jual beli saham. Terdapat perbedaan antara “REPO Saham” dengan jual beli saham.
Bahwa dalam REPO Saham PT. Eksploitasi Energi Indonesia (EEI) dapat menebus
kembali saham yang digadaikan kepada Terdakwa setelah jatuh tempo berakhir dan
harga tertentu yang telah disepakati, artinya Terdakwa tidak boleh berkehendak
bebas atas saham yang diterima secara gadai. Sedangkan dalam murni jual beli
saham Terdakwa berhak secara bebas untuk melakukan perbuatan hukum apapun terhadap
saham yang dibelinya;
- Perbuatan Terdakwa mengalihkan / memindah tangankan saham yang diterima
secara gadai (REPO Saham) dari PT. Eksploitasi Energi Indonesia (EEI) bukanlah
merupakan perbuatan perdata murni, melainkan perbuatan pidana atau perbuatan
kriminal karena ada larangan pidana untuk mengalihkan sebagian atau
seluruhnya milik orang lain dalam hal ini PT. Eksploitasi Energi
Indonesia (EEI). Perbuatan Terdakwa mengalihkan / memindah tangankan saham
yang diterima secara gadai dari PT. Eksploitasi Energi Indonesia (EEI) baik
sebagian atau seluruhnya kepada orang lain adalah perbuatan menggelapkan saham
milik PT. Eksploitasi Energi Indonesia (EEI);
- Perjanjian REPO Saham tidak mengakibatkan hak kepemilikan PT.
Eksploitasi Energi Indonesia (EEI) atas saham beralih kepada Terdakwa, oleh
karena itu Terdakwa tidak dapat dibenarkan untuk menjual, mengalihkan atau
memindah tangankan kepada orang lain;
- Terdakwa sebagai pihak yang terkait dalam perjanjian REPO Saham wajib bertanggung-jawab
atas kejadian pengalihan saham kepada pihak lain meskipun sekiranya yang
melakukan penjual saham REPO atau pengalihan atau pemindah-tanganan saham REPO
bukan Terdakwa yang melakukannya tetapi orang yang bekerjasama dengan Terdakwa,
maka secara hukum Terdakwa tetap wajib bertanggung-jawab atas kejadian
tersebut;
- Perbuatan Terdakwa menjual saham REPO milik PT. Eksploitasi Energi Indonesia
(EEI) tentu merugikan pihak PT. Eksploitasi Energi Indonesia (EEI) kurang lebih
sebesar Rp810.000.000.000,00 (delapan ratus sepuluh miliar rupiah);
- Perbuatan Terdakwa tidak dapat dikatakan wanprestasi karena ternyata
dalam pelaksanaan perjanjian REPO Saham Terdakwa mempunyai itikat buruk,
berniat jahat untuk menggelapkan saham milik PT. Eksploitasi Energi Indonesia
(EEI) tidak hanya yang di REPO Saham tetapi juga saham yang dijadikan jaminan
utang saksi korban Gupta Yamin. Terdakwa dipersalahkan pula melakukan
tindak pidana melanggar Pasal 3 Undang-Undang Tindak Pidana Pencucian Uang
(TPPU) karena dana yang hasil penjualan saham REPO telah digunakan,
dialihkan, ditempatkan, dibelanjakan Terdakwa dengan tujuan untuk
menyembunyikan atau menyamarkan asal usul harta kekayaan tersebut;
- Pidana penjara yang akan dijatuhkan dalam perkara ini disesuaikan
dengan keadaan atau hal memberatkan dan meringankan hukuman berdasarkan rasa keadilan
dengan mempertimbangkan akibat dari perbuatan merugikan saksi korban sebesar
Rp810.000.000.000,00 (delapan ratus sepuluh miliar rupiah) dan tingkat
kesalahan Terdakwa yang dilakukan dengan maksud dan tujuan untuk menguntungkan
diri sendiri atau orang lain. Sehingga tingkat kesalahan Terdakwa dianggap
cukup besar;
- Mengenai kerugian harta benda yang diderita oleh saksi korban Gupta
Yamin dari pihak PT. Eksploitasi Energi Indonesia (EEI) dari mengajukan gugatan
ganti kerugian atau memohon restitusi kepada pihak Terdakwa dan/atau PT. Glory
Mitra lnvestex sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan;
“Menimbang, bahwa berdasarkan
pertimbangan-pertimbangan tersebut di atas, Mahkamah Agung berpendapat bahwa
Terdakwa telah terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak
pidana sebagaimana didakwakan oleh Penuntut Umum dalam dakwaan Kesatu Pasal 372
KUHP dan dakwaan Kedua Pasal 3 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010, oleh karena
itu Terdakwa tersebut haruslah dijatuhi pidana;
“Menimbang, bahwa berdasarkan
pertimbangan di atas, terdapat cukup alasan untuk mengabulkan permohonan kasasi
dari Pemohon Kasasi / Penuntut Umum dan membatalkan putusan Putusan Pengadilan
Negeri Jakarta Selatan Nomor 673/Pid.B/2015/PN.Jkt.Sel, tanggal 21 Januari 2016,
untuk kemudian Mahkamah Agung mengadili sendiri perkara ini dengan amar putusan
sebagaimana yang akan disebutkan di bawah ini;
“Menimbang, bahwa sebelum
menjatuhkan pidana, Mahkamah Agung akan mempertimbangkan hal-hal yang
memberatkan dan yang meringankan Terdakwa;
Hal-hal yang memberatkan:
- Perbuatan Terdakwa telah menimbulkan kerugian finansial yang cukup
besar terhadap saksi korban Gupta Yamin;
Hal-hal yang meringankan:
- Terdakwa belum pernah dihukum;
“M E N G A D I L I :
- Mengabulkan permohonan kasasi dari Pemohon Kasasi / PENUNTUT UMUM pada
KEJAKSAAN NEGERI JAKARTA SELATAN tersebut;
- Membatalkan Putusan Pengadilan Negeri Jakarta Selatan Nomor
673/Pid.B/2015/PN.Jkt.Sel., tanggal 21 Januari 2016 tersebut;
“MENGADILI SENDIRI
1. Menyatakan Terdakwa Joni Wijaya telah terbukti secara sah dan meyakinkan
bersalah melakukan tindak pidana “Penggelapan” dan tindak pidana
“Pencucian Uang”;
2. Menjatuhkan pidana kepada Terdakwa oleh karena itu dengan pidana penjara
selama 8 (delapan) tahun dan pidana denda sebesar Rp50.000.000,00 (lima
puluh juta rupiah) dengan ketentuan apabila pidana denda tersebut tidak
dibayar, maka diganti dengan pidana kurungan selama 3 (tiga) bulan;
3. Menetapkan masa penahanan yang telah dijalani oleh Terdakwa dikurangkan
seluruhnya dari pidana yang dijatuhkan.”
…
© Hak Cipta HERY SHIETRA.
Budayakan hidup JUJUR
dengan menghargai Jirih Payah, Hak Cipta, Hak Moril, dan Hak Ekonomi
Hery Shietra selaku Penulis.