Penyederhanaan Legalisasi Dokumen Publik dengan Apostille
Question: Legalisir surat-surat dengan “apostille” itu apa dan seperti apa?
Brief Answer: Legalisasi secara “apostille” merupakan model
legalisasi dokumen publik untuk keperluan “lintas negara”, mengikuti tren
perkembangan hukum perdata internasional, dalam rangka menjembatani kepentingan
hukum perdata lintas negara, dimana payung hukumnya ialah konsensus
internasional bernama “Apostille Convention” yang telah turut diratifikasi /
diaksesi oleh Indonesia dan sejumlah negara di dunia—meski belum semua negara
turut meratifikasinya, yang mana tentunya, mekanisme legalisasi dokumen publik
secara “apostille” hanya diakui dan berharga di serta bagi negara-negara yang
telah meratifikasi konvensi internasional Apostille ini.
Dalam proses permohonan legalisasi dokumen publik
konvensional, warga pemohon legalisasi mendatangi Kementerian Luar Negeri untuk
keperluan tersebut. Namun khusus untuk layanan legalisir dokumen publik secara “apostille”,
warga pemohon berhubungan dengan Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia. Pengesahan
atau legalisasi secara “apostille” dilakukan terhadap dokumen, baik dokumen “fisik”
maupun dokumen “elektronik”, yang diterbitkan di wilayah Indonesia dan akan
dipergunakan oleh warga di teritori negara lain yang menjadi sesama negara
peserta Konvensi Apostille.
Terhadap permohonan legalisir
secara “apostille”, pihak otoritas pada Kementerian Hukum melakukan verifikasi,
dalam rangka memastikan kesesuaian isian pada formulir permohonan dengan dokumen
pendukung yang diunggah secara “online”, kecocokan tanda tangan Pejabat, cap,
dan/atau segel resmi pada dokumen dengan Spesimen dalam pangkalan data pihak internal
Kementerian Hukum, maupun terhadap keabsahan tanda tangan elektronik pada dokumen
elektronik, verifikasi mana dilakukan paling lama 3 (tiga) hari kerja setelah
permohonan diterima.
Bilamana hasil verifikasi permohonan
legalisir secara “apostille” dinyatakan telah sesuai dan lengkap oleh
Kementerian Hukum, pemohon memperoleh pemberitahuan untuk melakukan pembayaran
biaya permohonan legalisir “apostille” berupa Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP),
dan bilamana pembayaran kemudian telah dilakukan, pemohon memperoleh
pemberitahuan secara elektronik untuk mendapatkan “sertifikat Apostille” dengan
menunjukkan dokumen yang dimohonkan legalisir secara “apostille” pada hari
pengambilan “sertifikat Apostille” ini di loket pelayanan Apostille di kantor
pusat atau pada kantor wilayah Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia, sesuai
dengan pilihan pemohon—permohonan legalisir secara “apostille” diajukan melalui
portal “online” pada website resmi Kementerian Hukum, namun pengambilan “sertifikat
Apostille” tetap secara tatap-muka.
PEMBAHASAN:
PERATURAN MENTERI HUKUM DAN
HAK ASASI MANUSIA
REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 6 TAHUN 2022
TENTANG
LAYANAN LEGALISASI APOSTILLE
PADA DOKUMEN PUBLIK
Menimbang :
a. bahwa untuk meningkatkan
layanan kepada masyarakat di bidang legalisasi, diperlukan model legalisasi
dokumen publik asing yang cepat dan akses terjangkau serta mengadaptasi
perkembangan global (perkembangan hukum perdata internasional) yang
menjembatani kepentingan hukum perdata lintas negara;
b. bahwa dengan terbitnya
Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 2021 tentang Pengesahan Convention
Abolishing the Requirement of Legalisation for Foreign Public Documents
(Konvensi Penghapusan Persyaratan Legalisasi terhadap Dokumen Publik Asing), perlu
menyusun petunjuk teknis mengenai implementasi pelayanan Apostille di
Indonesia;
c. bahwa berdasarkan
pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b, perlu menetapkan Peraturan
Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia tentang Layanan Legalisasi Apostille pada
Dokumen Publik;
Pasal 1
Dalam Peraturan Menteri ini, yang dimaksud dengan:
1. Legalisasi Apostille
yang selanjutnya disebut Apostille adalah tindakan untuk mengesahkan tanda
tangan Pejabat, pengesahan cap, dan/atau segel resmi dalam dokumen yang
dimohonkan berdasarkan verifikasi.
2. Dokumen adalah
dokumen publik berupa surat tertulis atau tercetak yang ditandatangani oleh
Pejabat yang berwenang sebagai bukti keterangan dan/atau dibubuhi cap dan/atau
segel resmi.
3. Pejabat adalah seseorang
yang mempunyai kewenangan dan menduduki jabatan atau posisi tertentu dalam kantor
pemerintahan, lembaga, atau badan nonpemerintah, termasuk pejabat umum yang
diangkat oleh pemerintah.
4. Spesimen adalah
contoh tanda tangan Pejabat, cap, dan/atau segel sebagai pembanding tanda
tangan Pejabat yang telah diserahkan dan disimpan dalam pangkalan data
Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia.
5. Pemohon adalah orang
atau badan yang mengajukan permohonan Apostille secara elektronik.
6. Konvensi adalah Convention
Abolishing the Requirement of Legalisation for Foreign Public Documents
(Konvensi Penghapusan Persyaratan Legalisasi terhadap Dokumen Publik Asing).
7. Menteri adalah
menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang hukum dan hak asasi
manusia.
8. Direktur Jenderal
adalah Direktur Jenderal Administrasi Hukum Umum Kementerian Hukum dan Hak
Asasi Manusia.
Pasal 2
(1) Penyelenggaraan Apostille
dilaksanakan oleh Menteri melalui Direktur Jenderal.
(2) Apostille sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dilakukan terhadap Dokumen yang diterbitkan di wilayah Indonesia
dan akan dipergunakan di wilayah negara lain yang menjadi negara peserta
Konvensi.
(3) Dokumen sebagaimana
dimaksud pada ayat (2) meliputi:
a. Dokumen yang berasal dari
suatu otoritas atau pejabat yang berkaitan dengan pengadilan atau tribunal
negara, termasuk yang berasal dari penuntut umum, panitera pengadilan, atau
jurusita;
b. Dokumen administratif;
c. Dokumen yang dikeluarkan
oleh notaris; dan
d. sertifikat resmi yang
dilekatkan pada Dokumen yang ditandatangani oleh perseorangan dalam kewenangan
perdatanya, seperti sertifikat yang mencatat pendaftaran suatu Dokumen, atau
yang mencatat masa berlaku tertentu suatu Dokumen pada tanggal tertentu, dan
pengesahan tanda tangan oleh pejabat dan notaris.
(4) Dokumen sebagaimana
dimaksud pada ayat (3) dikecualikan terhadap:
a. Dokumen yang ditandatangani
oleh Pejabat diplomatik atau konsuler;
b. Dokumen administratif yang
berkaitan langsung dengan kegiatan komersial atau kepabeanan; dan
c. Dokumen yang diterbitkan
oleh kejaksaan sebagai lembaga penuntutan sebagaimana tercantum dalam Peraturan
Presiden Nomor 2 Tahun 2021 tentang Pengesahan Convention Abolishing the
Requirement of Legalisation for Foreign Public Documents (Konvensi Penghapusan
Persyaratan Legalisasi terhadap Dokumen Publik Asing).
(5) Rincian lebih lanjut
mengenai jenis Dokumen sebagaimana dimaksud pada ayat (2) ditetapkan oleh Menteri.
(6) Menteri/Pejabat yang
ditunjuk pada kementerian atau lembaga terkait dapat mengajukan perubahan
rincian Dokumen kepada Menteri melalui Direktur Jenderal.
Pasal 3
(1) Apostille sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 2 dilakukan berdasarkan permohonan oleh Pemohon atau
kuasanya.
(2) Permohonan Apostille
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diajukan secara elektronik kepada
Menteri melalui Direktur Jenderal dengan mengisi formulir permohonan pada laman
resmi Direktorat Jenderal Administrasi Hukum Umum.
(3) Formulir permohonan
sebagaimana dimaksud pada ayat (2) paling sedikit memuat:
a. identitas Pemohon;
b. identitas penerima kuasa,
jika permohonan diajukan melalui kuasa;
c. negara tujuan di mana
Dokumen tersebut akan digunakan;
d. jenis Dokumen yang akan
dimohonkan Apostille;
e. nama dan nomor Dokumen serta
nama pemilik yang tertera pada Dokumen yang akan dimohonkan Apostille;
f. nama Pejabat yang
menandatangani Dokumen; dan
g. nama instansi yang
menerbitkan Dokumen.
(4) Selain mengisi formulir
permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (3), Pemohon juga mengunggah dokumen
pendukung berupa:
a. kartu identitas Pemohon;
b. kartu identitas kuasa dan
surat kuasa, jika permohonan dikuasakan; dan
c. Dokumen yang akan
dimohonkan Apostille.
Pasal 4
(1) Terhadap permohonan
Apostille sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3, harus dilakukan verifikasi.
(2) Verifikasi sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dilakukan untuk memastikan:
a. kesesuaian isian pada
formulir permohonan dengan dokumen pendukung yang diunggah;
b. kecocokan tanda tangan
Pejabat, cap, dan/atau segel resmi pada Dokumen dengan Spesimen dalam pangkalan
data Direktorat Jenderal Administrasi Hukum Umum; dan/atau
c. keabsahan tanda tangan
elektronik pada Dokumen elektronik.
(3) Verifikasi sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dilakukan paling lama 3 (tiga) hari kerja setelah
permohonan diterima.
Pasal 5
(1) Dalam hal berdasarkan hasil
verifikasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 terdapat ketidakcocokan antara:
a. informasi yang disampaikan
dalam formulir permohonan Apostille dengan Dokumen yang diunggah; dan/atau
b. nama Pejabat, jabatan, tanda
tangan Pejabat, cap, dan/atau segel resmi pada Dokumen permohonan dengan data
dalam pangkalan data Direktorat Jenderal Administrasi Hukum Umum, permohonan
ditolak.
(2) Penolakan permohonan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disampaikan kepada Pemohon melalui pemberitahuan
secara elektronik dengan disertai alasan penolakan.
(3) Dalam hal permohonan
ditolak sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Pemohon dapat mengajukan kembali permohonan
Apostille berdasarkan ketentuan dalam Pasal 3.
Pasal 6
(1) Selain karena alasan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (1), terhadap permohonan Apostille
dapat dilakukan pengembalian kepada Pemohon.
(2) Pengembalian permohonan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disampaikan melalui pemberitahuan secara elektronik
dengan disertai alasan pengembalian.
(3) Dalam hal dilakukan
pengembalian permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), pemberitahuan pengembalian
dapat disertai dengan:
a. formulir Spesimen tanda
tangan yang akan dilengkapi oleh Pemohon dengan meminta Pejabat yang berwenang
untuk mengisi formulir yang dimaksud; dan/atau
b. permintaan dokumen pendukung
lainnya.
(4) Pemohon menyampaikan
formulir Spesimen tanda tangan dan/atau dokumen pendukung lainnya sebagaimana
dimaksud pada ayat (3) dalam jangka waktu paling lama 7 (tujuh) hari kalender
terhitung sejak tanggal pemberitahuan disampaikan.
(5) Apabila formulir Spesimen
tanda tangan dan/atau permintaan dokumen pendukung sebagaimana dimaksud pada
ayat (3) telah dipenuhi, Pemohon menyampaikan formulir dan/atau dokumen
pendukung tersebut kepada Direktur Jenderal.
(6) Apabila formulir Spesimen
tanda tangan dan/atau permintaan dokumen pendukung sebagaimana dimaksud pada
ayat (3) tidak dipenuhi, permohonan dinyatakan ditolak.
(7) Dalam hal permohonan
ditolak sebagaimana dimaksud pada ayat (6), Pemohon dapat mengajukan kembali permohonan
Apostille berdasarkan ketentuan dalam Pasal 3.
(8) Format formulir Spesimen
sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf a tercantum dalam Lampiran I yang merupakan
bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.
Pasal 7
(1) Dalam hal berdasarkan hasil
verifikasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 permohonan Apostille dinyatakan
telah sesuai dan lengkap, Pemohon memperoleh pemberitahuan untuk melakukan pembayaran
biaya permohonan Apostille sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan
di bidang penerimaan negara bukan pajak yang berlaku pada Kementerian Hukum dan
Hak Asasi Manusia.
(2) Pemberitahuan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) disertai dengan surat perintah bayar yang dapat diunduh dan
dicetak oleh Pemohon.
(3) Pembayaran sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan paling lama 7 (tujuh) hari kalender sejak pemberitahuan
diterbitkan.
(4) Dalam hal Pemohon tidak
melakukan pembayaran dalam jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (3),
surat perintah bayar tidak dapat digunakan.
(5) Dalam hal surat perintah
bayar tidak dapat digunakan sebagaimana dimaksud pada ayat (4), Pemohon dapat mengajukan
permohonan kembali.
Pasal 8
(1) Dalam hal pembayaran
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 telah dilakukan, Pemohon memperoleh pemberitahuan
secara elektronik untuk mendapatkan sertifikat Apostille dengan menunjukkan
Dokumen yang dimohonkan Apostille ke loket pelayanan Apostille di:
a. kantor pusat; atau
b. kantor wilayah Kementerian
Hukum dan Hak Asasi Manusia, sesuai dengan pilihan Pemohon.
(2) Pengambilan sertifikat
Apostille sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilakukan 1 (satu) hari
kerja setelah menerima pemberitahuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1).
(3) Pemohon menerima bukti
tanda terima Dokumen dan sertifikat Apostille.
Pasal 9
Format sertifikat Apostille sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 tercantum
dalam Lampiran II yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan
Menteri ini.
Pasal 10
Pemohon bertanggung jawab penuh atas kebenaran permohonan Apostille yang
diajukan dan penggunaan Dokumen hasil Apostille.
Pasal 11
(1) Terhadap sertifikat
Apostille yang telah diterbitkan, dibuat register sertifikat Apostille.
(2) Register sertifikat
Apostille sebagaimana dimaksud pada ayat (1) memuat:
a. nomor dan tanggal
sertifikat; dan
b. nama, jabatan, dan nama
lembaga dari Pejabat yang menandatangani Dokumen.
(3) Sertifikat Apostille yang
diterbitkan dan register sertifikat Apostille disimpan dalam pangkalan data
Direktorat Jenderal Administrasi Hukum Umum.
Pasal 12
Peraturan Menteri ini mulai berlaku pada tanggal 4 Juni 2022.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan
Menteri ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia.
Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 21 Januari 2022
MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA
REPUBLIK INDONESIA,
ttd.
YASONNA H. LAOLY
Diundangkan
di Jakarta
pada
tanggal 26 Januari 2022
DIREKTUR
JENDERAL
PERATURAN
PERUNDANG-UNDANGAN
KEMENTERIAN
HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA
REPUBLIK
INDONESIA,
ttd.
BENNY
RIYANTO
© Hak Cipta HERY SHIETRA.
Budayakan
hidup JUJUR dengan menghargai Jirih
Payah, Hak Cipta, Hak Moril, dan Hak Ekonomi Hery Shietra selaku Penulis.