Potensi Keuntungan yang Diharapkan dalam Gugatan Wanprestasi
Question: Apakah praktik di pengadilan selama ini, mengakui tuntutan perdata atas “keuntungan yang hilang sebagai kerugian” yang dapat dituntut ganti-rugi berupa pembayaran sejumlah “potensi keuntungan yang hilang” itu?
Brief Answer: Dalam terminologi hukum, dikenal istilah “potential income”, yang bermakna
hilangnya potensi keuntungan, laba, ataupun penghasilan akibat wanprestasi
ataupun akibat perbuatan melawan hukumnya suatu subjek hukum yang digugat, dan
sifatnya terukur, sehingga dikategorikan sebagai “kerugian materiil” alih-alih “kerugian
immateriil”—semisal berupa bunga atas pokok nominal yang dituntut atas setiap bulan
keterlambatan pelaksanaan putusan oleh pihak yang digugat, maupun berupa
keuntungan yang dapat diproyeksikan akan diperoleh bilamana tidak ada
wanprestasi ataupun perbuatan melawan hukum oleh pihak yang digugat.
PEMBAHASAN:
Perihal “potential income”, payung hukumnya tetap bertopang pada kaedah
norma hukum Pasal 1243 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, yang mengatur : “Penggantian biaya, rugi dan bunga karena tak
dipenuhinya suatu perikatan, barulah mulai diwajibkan apabila si berutang,
setelah dinyatakan lalai memenuhi perikatannya, tetap melalaikannya, atau jika
sesuatu yang harus diberikan atau dibuatnya, hanya dapat diberikan atau dibuat
dalam tenggang waktu yang telah dilampaukannya”—sifat dari “rugi” maupun “bunga”,
bisa berupa real maupun berupa potensi sifatnya.
Konsekuensi logisnya telah
dirugikannya pihak Penggugat ialah, hak Penggugat menjadi tertunda selama sengketa
terjadi, termasuk selama proses persidangan maupun eksekusi putusan, sehingga
kompensasi terhadap tertundanya hak-hak Penggugat dapat diakomodir lewat
tuntutan “potential income”, yakni
keuntungan yang semestinya dapat diperoleh bilamana dana tersebut diputar dalam
kegiatan usaha, ditabung, untuk keperluan investasi, ataupun untuk keperluan bisnis
oleh pihak Penggugat, potensi keuntungan mana menjadi hilang akibat perbuatan
aktif maupun kelalaian pihak Tergugat.
Jangankan “Sipil Vs. Sipil”,
dalam kasus “Sipil Vs. Institusi Pemerintahan” pun tuntutan “potential income” diakui dan diakomodir
oleh praktik peradilan di Indonesia, terlepas dari proses eksekusi putusan yang
masih menjadi tanda-tanya besar ketika Tergugat berstatus sebagai institusi
pemerintahan. Sebagai ilustrasi, tepat kiranya SHIETRA & PARTNERS mencerminkannya
lewat putusan Mahkamah Agung RI sengketa pembayaran pengadaan barang dan jasa,
register Nomor 164 K/Pdt/2022 Tanggal 8 Februari 2022, perkara perdata antara:
- PEMERINTAH KOTA TARAKAN c.q. KEPALA DINAS PEKERJAAN UMUM dan
TATA RUANG KOTA TARAKAN, sebagai Pemohon Kasasi, semula sebagai Tergugat;
melawan
- PT. MITRA CIPTA KONSTRUKSI, selaku
Termohon Kasasi, semula sebagai Penggugat.
Terhadap gugatan Penggugat,
yang menjadi Putusan Pengadilan Negeri Tarakan register Nomor
12/Pdt.G/2020/PN.Tar tanggal 20 Mei 2020, dengan kutipan amar sebagai berikut:
“MENGADILI:
Dalam Eksepsi:
- Menolak eksepsi Tergugat Untuk Seluruhnya;
Dalam Pokok Perkara:
- Mengabulkan gugatan Penggugat untuk sebagian;
- Menyatakan sebagai hukum bahwa perbuatan Tergugat sebagaimana tersebut
diatas sebagai perbuatan ingkar janji (wanprestasi) yang sangat merugikan
Penggugat;
- Menghukum Tergugat untuk membayar hak Penggugat yang merupakan pembayaran
Paket Kegiatan Peningkatan Jalan Veteran-Dwikora (BANKEU) sejumlah
Rp.2.804.695.000,- (dua milyar delapan ratus empat juta enam ratus sembilan puluh
lima ribu rupiah) dan dilakukan secara sekaligus dan tunai, dan terhitung sejak
putusan berkekuatan hukum tetap;
- Menghukum Tergugat untuk membayar ganti kerugian atas hilangnya
keuntungan yang dapat diharapkan dari keuangan sejumlah Rp.2.804.695.000,-
(dua milyar delapan ratus empat juta enam ratus sembilan puluh lima ribu
rupiah) tersebut sejumlah 6 % x Rp.2.804.695.000,- = Rp.140.234.750,- (seratus
empat puluh juta dua ratus tiga puluh empat ribu tuju ratus lima puluh rupiah)
dikalikan 3 (tiga) tahun sehingga totalnya adalah Rp. 504.845.100,- (lima ratus
empat juta delapan ratus empat puluh lima ribu seratus rupiah) dan dilaksanakan
secara tunai dan langsung sesaat setelah putusan berkekuatan hukum tetap;
- Menghukum Tergugat untuk membayar bunga Bank sebagai kerugian
Penggugat dari keuangan sejumlah tersebut diatas yaitu sejumlah 1 % x
Rp.2.804.695.000,- = Rp.28.046.950,- dalam setiap bulannya, terhitung sejak
Januari 2017 sampai sekarang ini telah berjalan 38 bulan atau berjumlah 38
bulan X Rp.28.046.950,-/bulan = Rp.1.065.784.100,- (satu milyar enam puluh lima
juta tujuh ratus delapan puluh empat ribu seratus rupiah) dan perhitungan
ini tetap berjalan sampai Tergugat membayar semua tuntutan Penggugat;
- Menghukum Tergugat untuk membayar uang paksa (dwangsom) kepada
Penggugat sejumlah Rp.500.000,- (lima ratus ribu rupiah) setiap hari
keterlambatan melaksanakan Putusan ini terhitung sejak Putusan ini berkekuatan
hukum tetap (inkracht van gewijsde);-Menolak gugatan Penggugat untuk selain dan
selebihnya;-Menghukum Tergugat untuk membayar semua biaya yang timbul dalam
perkara ini yang hingga sekarang sejumlah Rp. 416.000,- (empat ratus enam belas
ribu rupiah);”
Dalam tingkat banding, putusan
di atas kemudian dikukuhkan namun dengan beberapa koreksi, sebagaimana putusan Pengadilan
Tinggi Samarinda register Nomor 185/PDT/2020/PT.SMR tanggal 18 Desember 2020,
dengan amar sebagai berikut:
“MENGADILI:
- Menerima permohonan banding dari Pembanding semula Tergugat;
- Memperbaiki Putusan Pengadilan Negeri Tarakan Nomor
12/Pdt.G/2020/ PN.Tar tanggal 20 Mei 2020 yang dimohonkan banding tersebut yang
selengkapnya berbunyi sebagai berikut:
DALAM EKSEPSI:
- Menolak eksepsi Tergugat untuk seluruhnya;
DALAM POKOK PERKARA:
- Mengabulkan gugatan Penggugat untuk sebagian;
- Menyatakan sebagai hukum bahwa perbuatan Tergugat sebagaimana tersebut
diatas sebagai perbuatan ingkar janji (wanprestasi) yang sangat merugikan
Penggugat;
- Menghukum Tergugat untuk membayar hak Penggugat yang merupakan pembayaran
Paket Kegiatan Peningkatan Badan Jalan Amal Lama BBU (Bankeu) sejumlah
Rp2.804.695.000,00 (dua milyar delapan ratus empat juta enam ratus sembilan
puluh lima ribu rupiah);
- Menghukum Tergugat untuk membayar ganti kerugian atas hilangnya
keuntungan yang dapat diharapkan dari keuangan tersebut sejumlah 6% (enam
persen) setiap tahun atau 0,5% (enol koma lima persen) setiap bulan dari
Rp2.804.695.000,00 (dua milyar delapan ratus empat juta enam ratus sembilan
puluh lima ribu rupiah) yang harus dibayar secara seketika dan sekaligus terhitung
sejak Tergugat lalai yaitu pada bulan Desember 2016 sampai dengan putusan
perkara ini dilaksanakan;
- Menolak gugatan Penggugat untuk selain dan selebihnya;”
Jika kita bandingkan antara
putusan Pengadilan Negeri yang kemudian dikoreksi oleh Pengadilan Tinggi, maka
kita menemukan adanya hal yang menarik. Perihal pembebanan atau tuntutan “bunga”
dari sejak putusan berkekuatan hukum tetap hingga dilaksanakan oleh pihak
Terhukum (yakni Tergugat), tuntutan atau hak Penggugat demikian kemudian
dilebur oleh putusan Pengadilan Tinggi kedalam tuntutan “potential income”, yakni menjadi amar putusan dengan rumusan :
Menghukum Tergugat untuk membayar ganti kerugian atas hilangnya keuntungan yang
dapat diharapkan, harus dibayar secara seketika dan sekaligus terhitung sejak
Tergugat lalai yaitu pada bulan Desember 2016 sampai dengan putusan perkara ini
dilaksanakan.
Pihak Pemerintah Daerah mengajukan
upaya hukum kasasi, dimana terhadapnya Mahkamah Agung RI membuat amar putusan
sebagai berikut:
“M E N G A D I L I :
- Menolak permohonan kasasi dari Pemohon Kasasi PEMERINTAH KOTA
TARAKAN c.q. KEPALA DINAS PEKERJAAN UMUM dan TATA RUANG KOTA TARAKAN tersebut;”
© Hak Cipta HERY SHIETRA.
Budayakan
hidup JUJUR dengan menghargai Jirih
Payah, Hak Cipta, Hak Moril, dan Hak Ekonomi Hery Shietra selaku Penulis.