Undang-Undang Perlindungan Anak Rawan Disalahgunakan Pelaku Anak untuk Berlindung dari Ancaman Hukuman Aksi Kejahatan
Aksi Kriminalitas Tetaplah Kejahatan yang Harus
Dihukum, Sekalipun Itu seorang Anak—Anak mana Perlu Dibina dan Didik di Lembaga
Pemasyarakatan, karena Guru di Sekolah dan Orangtua di Rumahnya Terbukti Gagal
Mendidik
Question: Sekarang ini, sedikit-sedikit sebut UU Perlindungan Anak. Itu undang-undang terlalu berpihak kepada “anak yang berhadapan dengan hukum”, menyalah-gunakan statusnya sebagai “anak dibawah umur” sehingga merasa bebas melakukan kejahatan maupun pelanggaran hukum. Apakah praktik peradilan pidana anak saat kini di Indonesia, tidak terlampau berlebihan menerapkan UU Perlindungan Anak terhadap anak-anak jahat, bukan lagi anak nakal, semacam itu?
Brief Answer: Memang perlu kita akui, semangat keberpihakan Undang-Undang
terkait perlindungan anak maupun hakim di persidangan, masih kerap memakai
paradigma “pelaku anak”, ketimbang paradigma korban maupun kepentingan umum—semata
karena kebetulan pelakunya ialah tergolong “dibawah umur”, meski bisa jadi sang
pelaku berusia “tanggung” semisal remaja menjelang beberapa tahun lagi usia /
umurnya untuk dapat disebut sebagai dewasa. Banyak terjadi, putusan peradilan
terhadap pelaku “kenakalan remaja” (juvenile
deliquency) diputus “pidana bersyarat” alias dihukum dengan masa percobaan
semata sehingga tidak dijebloskan ke balik jeruji penjara meski terbukti
bersalah sebagaimana dakwaan Penuntut Umum.
Meski demikian, untuk kasus-kasus ekstrem yang
tidak dapat lagi disebut sebagai “kenakalan”, di tengah masyarakat mulai
terdapat “desakan moral” dalam praktik bahwa kriminalitas murni seperti aksi
tawuran bersenjata tajam, maka hukumannya perlu disejajarkan dengan ancaman
hukuman yang setara dengan kriminal dewasa, agar tidak tercipta “moral hazard” mengingat tingkat
kriminalitas oleh kalangan remaja kian mengkhawatirkan dan meresahkan masyarakat
dewasa ini di berbagai daerah di Tanah Air. Kepentingan umum, jelas lebih besar
daripada kepentingan seorang anak yang perlu dibina oleh negara.
PEMBAHASAN:
Terdapat sebuah ilustrasi
konkret yang cukup menarik dan unik—karena dijatuhi vonis pidana penjara alih-alih
“pidana bersyarat dengan masa percobaan”—sebagaimana dapat SHIETRA &
PARTNERS cerminkan lewat putusan Pengadilan Negeri Gunung Sugih Nomor
235/Pid.A/2012/PN.GS tanggal 12 September 2012, dimana terdakwa berusia / berumur
16 tahun, dengan pertimbangan hukum serta kutipan amar putusan yang
menarik untuk disimak dengan kutipan sebagai berikut:
“Menimbang, bahwa dengan
terbuktinya dakwaan penuntut Umum tersebut, maka terdakwa dinyatakan
terbukti sebagai anak nakal, dan terhadap terdakwa harus dijatuhi pidana
(punishment) atau tindakan (treatment) sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22
UU No. 3 Tahun 1997 Tentang Pengadilan Anak;
“Menimbang, bahwa mengenai
sanksi apa yang tepat dan adil dijatuhkan terhadap diri para terdakwa, hakim
terlebih dahulu akan mempertimbangkan hal-hal yang memberatkan dan meringankan
sebagai berikut :
HAL-HAL YANG MEMBERATKAN:
- perbuatan terdakwa meresahkan masyarakat;
- perbuatan terdakwa yang membawa senjata tajam bisa membahayakan orang
lain apalagi kondisi terdakwa yang masih muda;
HAL-HAL YANG MERINGANKAN:
- terdakwa belum pernah dijatuhi pidana yang telah berkekuatan hukum
tetap karena melakukan suatu tindak pidana (first offender);
- terdakwa masih tergolong anak-anak dan mempunyai masa depan yang
panjang;
- terdakwa masih sekolah aktif dan ingin melanjutkan sekolahnya;
- terdakwa menyesali perbuatannya dan berjanji tidak akan mengulanginya
lagi;
- terdakwa berterus terang mengakui perbuatannya dan bersikap sopan
dipersidangan;
- Orang tua terdakwa sanggup untuk membina anaknya supaya lebih baik
lagi;
“Menimbang, bahwa penuntut umum
dalam requisitoirnya pada pokoknya memohon agar para terdakwa dijatuhi pidana
penjara, sedangkan Pembimbing kemasyarakat dalam Laporan Penelitian Kemasyarakatan
Untuk Sidang Anak No. Reg : 115/KA/VII/2012, 157/KA/VII/2012, tanggal 03
Agustus 2012 telah berpendapat agar terdakwa dikembalikan kedalam lingkungan
orang tuanya, Selanjutnya Hakim Anak akan mempertimbangkan terhadap para
terdakwa tersebut apakah penjatuhan pidana ataukah tindakan yang akan
dijatuhkan oleh hakim, terlebih dahulu akan dipertimbangkan segi-segi
kepentingan terjaminnya perkembangan mental dan sosial terdakwa secara utuh;
“Menimbang, bahwa perbuatan
yang dilakukan oleh terdakwa tersebut sangat dipengaruhi oleh faktor lingkungan
dan pergaulannya, sehingga dalam hal ini Hakim anak berpendapat bahwa untuk
sementara waktu terdakwa harus dipisahkan dari pergaulannya dan dibina di rumah
tahanan negara dengan harapan agar terdakwa bisa menyadari dan menyesali atas
segala perbuatannya itu, karena seusia terdakwa apabila membawa senjata tajam
bisa membahayakan keselamatan orang lain karena jiwa terdakwa masih labil
apalagi terdakwa masih sekolah aktif tidak ada korelasinya dengan membawa senjata
tajam, sehingga Hakim Anak berpendapat apabila terdakwa di bina di dalam Rumah
Tahanan Negara terdakwa mendapat pelajaran atas resiko dari perbuatannya dan
mengenai berapa lamanya terdakwa ditahan akan ditentukan dengan kadar kesalahan
dari terdakwa tentu saja dengan tetap memperhatikan kepentingan terdakwa yang
masih besekolah aktif;
“Menimbang, bahwa dengan
demikian hakim memandang adalah tepat dan adil bila terdakwa dijatuhi pidana
penjara untuk dibina di rumah tahanan negara untuk sementara dipisahkan dari
pergaulannya yang kurang baik;
“Menimbang, bahwa mengenai
barang bukti yang diajukan dipersidangan berupa : 1 (satu) bilah senjata
tajam jenis badik, karena terdakwa dalam menguasai dan memiliki senjata
tajam jenis badik tersebut tidak beralasan yang sah, malah sebaliknya bisa membahayakan
keselamatan orang lain karena jiwa terdakwa yang masih muda, maka terhadap
barang bukti tersebut harus dirampas untuk dimusnahkan;
“M E N G A D I L I :
1. Menyatakan Terdakwa WAWAN BIN BASTARI tersebut, telah terbukti secara
sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana “Tanpa hak membawa
senjata tajam”;
2. Menjatuhkan pidana terhadap terdakwa oleh karena itu dengan pidana
penjara selama 3 (tiga) bulan;
3. Menetapkan masa penangkapan dan penahanan yang telah dijalani oleh
terdakwa dikurangkan seluruhnya dari pidana yang dijatuhkan;
4. Memerintahkan terdakwa untuk tetap berada dalam tahanan;
5. Menetapkan barang bukti berupa :
- 1 (satu) bilah senjata tajam
jenis badik, dirampas untuk dimusnahkan;”
© Hak Cipta HERY SHIETRA.
Budayakan
hidup JUJUR dengan menghargai Jirih
Payah, Hak Cipta, Hak Moril, dan Hak Ekonomi Hery Shietra selaku Penulis.