Ada atau Tidaknya Perdamaian antara Korban dan Terdakwa, Tetap Saja Vonis Pidana bagi Pelaku Kekerasan Fisik Cenderung Ringan Hukumannya oleh Pengadilan di Indonesia
Hukum Pidana di Indonesia Tidak Menawarkan Efek Jera
bagi Kriminal, Negara Ibarat Memelihara dan Melestarikan Kriminil yang Berkeliaran
dan Tumbuh Subur. Sementara Itu Korban Selalu Merugi, Dipidana atau Tidak
Dipidananya Pihak Pelaku
Question: Bila antara pelaku dan korban sudah damai dan berdamai sebelum pelaku dihukum oleh hakim di persidangan, maka hukuman terhadap pelaku bisa diringankan oleh hakim atau bahkan dilakukan “restorative justice” oleh jaksa. Bagaimana bila antara keduanya tidak mau berdamai, apa bisa menjadi alasan bagi hakim untuk memberatkan hukuman bagi si pelaku?
Brief Answer: Tampaknya, melihat pendirian dalam “best practice” praktik di peradilan
perkara pidana Indonesia, khusus untuk perkara-perkara pidana yang menyangkut
atau terkait “kekerasan fisik”, bilamana dari fakta-fakta yang terungkap di
persidangan telah ternyata tiada perdamaian antara Terdakwa dan pihak korban,
maka faktor / fakta tersebut menjadi bahan pertimbangan bagi Majelis Hakim untuk
memberatkan vonis pidana / penghukuman bagi pihak Terdakwa.
PEMBAHASAN:
Terdapat sebuah ilustrasi
konkret yang cukup menarik sekaligus mampu mencerminkan sikap / pendirian
peradilan dalam praktik persidangan pidana di Indonesia, sebagaimana dapat SHIETRA
& PARTNERS rujuk putusan Mahkamah Agung RI perkara pidana “penganiayaan
dengan pemberatan (menggunakan senjata tajam)” register Nomor 365 K/Pid/2016 tanggal
28 Juni 2016, dimana Terdakwa didakwa karena telah melakukan penaniayaan sebagaimana
diatur dan diancam pidana dalam Pasal 351 Ayat (1) KUHP. Yang paling unik dari
perkara ini ialah, pihak Terdakwa ialah seorang pria yang sudah tergolong sangat
“sepuh”, yakni berusia 69 tahun.
Bermula ketika Terdakwa merasa tidak
senang terhadap korban Supirman karena kebun milik Terdakwa diklaim sebagai
milik korban, selanjutnyaTerdakwa mendatangi korban yang sedang berada di kebun
tersebut. Saat Terdakwa mendatangi korban, lalu Terdakwa bertanya “ngapo kebunku ini kau tebasi”, dan
dijawab oleh korban “wong tau galo mun
ini kebunku”.
Merasa tidak senang atas
tanggapan pihak korban, dan merasa kebun itu milik Terdakwa, lalu Terdakwa yang
emosi langsung mengapak tubuh korban dengan menggunakan sebilah parang yang
dipegang Terdakwa. Melihat korban terluka, Terdakwa berlari meninggalkan
lokasi. Akibat kejadian tersebut korban menderita luka robek pada bahu kiri
dengan ukuran panjang enam centimeter, lebar tiga millimeter, dalam dua millimeter.
Terhadap tuntutan Jaksa Penuntut Umum, yang selanjutnya menjadi putusan
Pengadilan Negeri Kayu Agung Nomor 426/Pid.B/2015/PN.Kag tanggal 8 Oktober 2015,
dengan amar sebagai berikut:
“MENGADILI :
1. Menyatakan Terdakwa KANUDIN BIN KOHAR, telah terbukti secara sah dan
meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana ‘PENGANIAYAAN’;
2. Menjatuhkan pidana oleh karena itu kepada Terdakwa dengan pidana
penjara selama 4 (empat) bulan;
3. Memerintahkan pidana tersebut tidak perlu dijalankan kecuali
apabila di kemudian hari ada perintah lain dalam putusan Hakim bahwa terpidana
sebelum waktu percobaan selama 8 (delapan) bulan berakhir telah bersalah
melakukan sesuatu tindak pidana;
4. Menetapkan barang bukti berupa:
- 1 (satu) bilah parang terbuat
dari besi bergagang terbuat dari kayu yang dililit kawat dengan panjang lebih
kurang 45 cm bermerk Romzi AS Fer Asli.02
dirampas untuk dimusnahkan;”
Dalam tingkat banding, yang
kemudian menjadi putusan Pengadilan Tinggi Palembang Nomor 136/PID/2015/PT.PLG
tanggal 1 Desember 2015, dengan amar sebagai berikut:
“MENGADILI :
- Menerima permintaan banding dari Penuntut Umum tersebut;
- Menguatkan putusan Pengadilan Negeri Kayu Agung tanggal 8
Oktober 2015 Nomor 426/Pid.B/2015/PN.Kag yang dimintakan banding tersebut;”
Pihak Penuntut Umum mengajukan
upaya hukum kasasi, dengan pokok keberatan bahwa Majelis Hakim Pengadilan
Tinggi Palembang dalam pertimbangannya hanya melihat dari sisi Terdakwa yang
sudah berumur 69 tahun. Dimana terhadapnya, Mahkamah Agung RI membuat
pertimbangan serta amar putusan sebagai berikut:
“Menimbang, bahwa terhadap
alasan-alasan tersebut Mahkamah Agung berpendapat:
“Bahwa alasan kasasi Penuntut
Umum dapat dibenarkan karena Putusan Judex Facti / Pengadilan Tinggi Palembang
yang menguatkan Putusan Pengadilan Negeri Kayu Agung yang menyatakan Terdakwa
terbukti bersalah melakukan tindak pidana penganiayaan dan karena itu Terdakwa dijatuhi
pidana penjara selama 4 bulan dengan masa percobaan 8 bulan kurang
mempertimbangkan (onvoldoende gemotiveerd) mengenai keadaan-keadaan yang
memberatkan sebagaimana diatur dalam Pasal 197 Ayat 1 Huruf f Undang-Undang
Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana. Judex Facti kurang lengkap
mempertimbangkan hal-hal yang memberatkan perbuatan Terdakwa, yaitu tidak ada
perdamaian antara Terdakwa dan korban, sehingga pidana yang dijatuhkan kepada
Terdakwa terlalu ringan dan tidak proporsional dengan kesalahannya, serta tak
seimbang dalam mempertimbangkan antara kepentingan Terdakwa dan Korban;
Bahwa selain itu, terlepas
dari alasan Kasasi Penuntut Umum, berdasarkan ketentuan Pasal 52
Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1985 Jo. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2004 dan
Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2009, Mahkamah Agung tidak terikat pada
alasan-alasan kasasi yang diajukan oleh Pemohon Kasasi dan dapat memakai
alasan-alasan hukum lain. Mahkamah Agung berpendapat Judex Facti Pengadilan
Negeri dan Pengadilan Tinggi kurang mempertimbangkan (onvoldoende gemotiveerd)
pasal peraturan perundang-undangan yang menjadi dasar pemidanaan atau tindakan
dan pasal peraturan perundang-undangan yang menjadi dasar hukum dari putusan
sebagaimana diatur dalam Pasal 197 Ayat (1) Huruf f Undang-Undang Nomor 8 Tahun
1981 tentang Hukum Acara Pidana yaitu: Judex Facti menjatuhkan pidana
bersyarat sebagaimana diatur dalam Pasal 14 Ayat (1) Huruf a dan Ayat (5)
KUHP tetapi tidak mempertimbangkan ketentuan Pasal 14 Ayat (4) KUHP dan
tidak mencantumkan pasal-pasal ketentuan pidana bersyarat tersebut dalam
klausul pasal yang menjadi dasar pemidanaan;
“Menimbang, bahwa berdasarkan
alasan-alasan yang diuraikan di atas Mahkamah Agung berpendapat, bahwa
terdapat cukup alasan untuk mengabulkan permohonan kasasi Penuntut Umum
sehingga Putusan Pengadilan Tinggi Palembang Nomor 136/PID/2015/PT.PLG tanggal
1 Desember 2015 yang menguatkan Putusan Pengadilan Negeri Kayu Agung Nomor
426/Pid.B/2015/PN.Kag tanggal 8 Oktober 2015 tidak dapat dipertahankan lagi,
oleh karena itu harus dibatalkan dan Mahkamah Agung akan mengadili sendiri
perkara tersebut, seperti tertera dibawah ini;
“Menimbang, bahwa sebelum
menjatuhkan pidana Mahkamah Agung akan mempertimbangkan hal-hal yang
memberatkan dan yang meringankan;
Hal hal yang memberatkan:
- Perbuatan Terdakwa menyebabkan terhalangnya korban melakukan
pekerjaannya sementara waktu;
- Tidak ada perdamaian antara Terdakwa dan Korban;
Hal-hal yang meringankan:
- Terdakwa bersikap sopan dan berterus terang dalam persidangan;
- Terdakwa menyesali perbuatannya dan berjanji tidak akan mengulanginya;
- Terdakwa belum pernah dihukum;
- Terdakwa telah berusia lanjut;
“Menimbang, bahwa oleh karena permohonan
kasasi Penuntut Umum dikabulkan dan Terdakwa dinyatakan bersalah serta dijatuhi
pidana, maka biaya perkara pada semua tingkat peradilan dibebankan kepada
Terdakwa;
“M E N G A D I L I :
- Mengabulkan permohonan kasasi dari Pemohon Kasasi: Penuntut Umum pada
Kejaksaan Negeri Kayu Agung tersebut;
- Membatalkan Putusan Pengadilan Tinggi Palembang Nomor
136/PID/2015/PT.PLG tanggal 1 Desember 2015 yang menguatkan Putusan Pengadilan
Negeri Kayu Agung Nomor 426/Pid.B/2015/PN.Kag tanggal 8 Oktober 2015;
“MENGADILI SENDIRI
1. Menyatakan Terdakwa KANUDIN bin KOHAR, telah terbukti secara sah dan
meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana ‘PENGANIAYAAN’;
2. Menjatuhkan pidana oleh karena itu kepada Terdakwa dengan pidana penjara
selama 2 (dua) bulan;
3. Menetapkan barang bukti berupa: 1 (satu) bilah parang terbuat dari
besi bergagang terbuat dari kayu yang dililit kawat dengan panjang lebih kurang
45 cm bermerk Romzi AS Fer Asli.02, dirampas untuk dimusnahkan;”
© Hak Cipta HERY SHIETRA.
Budayakan
hidup JUJUR dengan menghargai Jirih
Payah, Hak Cipta, Hak Moril, dan Hak Ekonomi Hery Shietra selaku Penulis.