(DROP DOWN MENU)

Sebuah Puisi Mengenai Seni Hidup Penuh Paradoks

HERY SHIETRA, Sebuah Puisi Mengenai Seni Hidup Penuh Paradoks

Pernahkah Anda bertanya,

Mengapa Sinterklas yang dikenal baik hati karena suka membagi-bagikan hadiah,

Hanya muncul satu hari dalam satu tahun,

Dan itu pun tidak hadir di setiap ruas jalan?

Tahukah Anda,

Menjadi orang baik di negeri kita,

Sama artinya Anda lahir di zaman dan di tempat yang keliru?

Dari tampak luar,

Boleh saja kita tampak seperti sedang meremehkan lawan-lawan kita.

Meskipun dalam batin kita,

Kita mewaspadai setiap gerak-gerik lawan kita dan penuh pertimbangan yang matang.

Biarkanlah orang-orang menilai kita sebagai penuh perhitungan dan “mata duitan”,

Sekalipun kita tahu betul bahwa wajah asli kita ialah penuh sikap dermawan yang suka berdonasi tanpa diketahui orang lain.

Boleh saja tampil arogan,

Sepanjang kita telah mempersiapkan diri kita dengan baik untuk menghadapi setiap situasi dan kondisi yang sukar.

Boleh saja menyombongkan diri,

Sepanjang kita tetap menjaga sikap rasional dengan menempa diri dengan baik.

Buatlah diri Anda tampak kurang ramah di mata orang lain,

Namun kita senantiasa bersikap hangat dan penuh kasih-sayang terhadap mereka yang betul-betul layak untuk mendapatkan sumber daya waktu dan perhatian kita.

Setidaknya,

Itu membuat kita tidak tampak seperti “mangsa empuk” di mata “manusia-manusia predator”.

Jadilah pemberani,

Sekalipun hati Anda ketakutan dan menggigil karena rasa takut,

Terutama ketika Anda menagih piutang.

Jadilah pengacara bagi diri Anda yang dengan gigih berani membela hak-hak Anda,

Sekalipun Anda bukan seorang pengacara.

Jika Anda berpikir,

Bersikap lemah dan penakut,

Maka Anda akan dihargai,

Itu adalah delusi.

Jangan membuat kesan bahwa diri kita adalah orang baik,

Sekalipun kita tahu bahwa diri kita pada dasariahnya adalah orang yang berhati baik,

Agar “manusia-manusia predator” tidak tergoda untuk memangsa kita.

Selalu bersikap penuh syarat,

Bukan tanpa syarat.

Orang baik,

Tidak pernah dihargai,

Justru sebaliknya,

Diremehkan.

Karenanya,

Jadilah “orang yang penuh syarat” ketika menyetujui ataupun mengabulkan permintaan orang lain.

Buatlah citra diri sebagai orang yang dingin serta beku hatinya,

Dengan begitu,

Kebaikan hati kita justru barulah akan dihargai oleh orang lain.

Orang baik yang berbuat baik,

Tidak dihargai.

Orang jahat yang berbuat baik,

Dihargai.

Jangan pernah menjadi seseorang yang ingin menjadi pahlawan bagi dunia.

Banyak orang-orang yang tidak mampu berterimakasih atau mengenal budi baik orang lain.

Tolonglah umat manusia dengan cara-cara dimana diri kita sendiri tidak akan dirugikan serta tanpa melecehkan diri kita sendiri,

Dengan cara kita sendiri.

Jadilah pribadi yang tidak mudah menawarkan pertolongan ataupun uluran tangan bagi orang lain,

Mereka tidak akan menghargai kebaikan hati Anda,

Menggampangkan Anda,

Memandang “murah” diri Anda,

Anda yang justru akan diperalat,

Dan membalas air susu dengan air tuba.

Mereka akan bersikap seolah-olah Andalah yang membutuhkan mereka,

Bukan sebaliknya.

Mereka akan bersikap seolah-olah Andalah yang ingin menolong mereka,

Sementara itu bukanlah mereka yang ingin ditolong ataupun yang meminta untuk ditolong oleh Anda.

Tunggulah mereka mengemis-ngemis pertolongan hingga bersujud di hadapan kita,

Barulah kita berdiri dari kursi kita untuk menolong mereka.

Jangan menjadi orang yang mudah untuk ditebak ataupun didikte.

Jika perlu,

Bentuk citra diri sebagai seseorang yang berkepribadian egois,

Karena orang-orang lain diluar sana pun merupakan individu-individu yang egosentris,

Ego-ego yang jauh melampaui dugaan kita sebelumnya,

Sekalipun Anda tetap menjaga dan melestarikan sifat baik dalam diri,

Dan menyalurkan sifat baik kita dengan cara yang sehat tanpa merugikan diri kita sendiri,

Berbuat baik dan menjadi orang baik secara cerdas,

Bukan menjadi “si baik hati yang bodoh”.

Ingatlah kawanku,

Di dunia ini hanya berlaku dua kosakata,

Yakni “si licik” dan “si bodoh”,

Tidak ada dalam kamus orang-orang di luar sana istilah “orang baik” maupun “orang jahat”.

“Si licik” memangsa “si bodoh”.

Itulah sebabnya, “orang baik” seakan tidak pernah dipandang di dunia ini.

Begitulah cara kerja dunia ini dewasa ini,

Memangsa atau dimangsa,

Menjadi “si licik” yang memangsa atau “si bodoh” yang dimangsa.

Buatlah diri Anda dikenali sebagai “si licik”,

Sekalipun Anda tahu bahwa Anda bukanlah tipikal orang yang demikian.

Persona artinya topeng.

Banyak “iblis berbulu malaikat” berkeliaran di jalan ataupun di dalam rumah kita sendiri.

Namun ada kalanya sang “malaikat” memakai topeng “iblis”,

Dan itulah yang perlu kita tiru.

Buatlah kesan bahwa Anda tergila-gila pada uang dan harta,

Sekalipun Anda tahu bahwa diri Anda tidak akan pernah melekat pada uang ataupun kepemilikan.

Buatlah kesan di mata para lawan Anda,

Bahwa Anda adalah pribadi yang hanya mampu untuk bersenang-senang,

Sekalipun kenyataan dibalik layar,

Anda penuh perjuangan dan pengorbanan yang tidak terhitung jumlahnya.

Jika Anda merasa takut,

Jangan tunjukkan,

Anda bisa “dimakan” oleh orang lain.

Tunjukkan sikap sebaliknya,

Tidak mengenal takut.

Jika Anda merasa sungkan ataupun merasa bersalah,

Jangan tunjukkan,

Anda bisa diperdaya oleh orang lain.

Tunjukkan sikap yang berkebalikan,

Tidak kenal sungkan.

JIka kita ingin hidup damai,

Maka setiap waktunya kita harus siap secara mental untuk berperang.

Be a good person,

But don’t waste time to prove it.

Be nice,

But not stupid.

Jadilah orang baik,

Namun tidak perlu membuang waktu agar diakui demikian oleh orang lain.

Jadilah ramah,

Namun tidak bodoh.

Tahu kapan harus bersikap lunak dan lembut,

Dan tahu kapan saat yang tepat untuk bersikap keras dan tindak kompromistis.

Tahu kapan menjadi seorang pemaaf dan toleran,

Dan tahu saat yang tepat untuk menjadi seseorang tidak mengenal kata maaf maupun memaafkan.

Tahu waktu yang tepat untuk bertahan,

Dan tahu waktu yang tepat untuk menyerang.

Ingatlah selalu kawanku,

Di negeri kita,

Polisi saja bisa begitu jahat dan menyerupai sifat iblis,

Terlebih yang bukan polisi.

Jangan pernah lupakan fakta realita berikut ini, wahai kawanku,

Genetik yang mengalir di darah bangsa kita ialah,

Orangtua sekalipun akan tega memakan anaknya sendiri,

Terlebih yang bukan orangtua kita terhadap diri kita.

© Hak Cipta HERY SHIETRA.