(DROP DOWN MENU)

Tindak Pidana Penganiayaan hanya dapat Berupa Kesengajaan, Bukan Kelalaian

Tidak Sengaja Melukai Orang Lain Tidak dapat Disebut sebagai Penganiayaan

Question: Orang lain terluka secara tidak disengaja, apakah bisa dipidana?

Brief Answer: Tampaknya dari praktik peradilan yang ada (best practice), khusus untuk delik penganiayaan, hanya dapat diberlakukan bilamana pelakunya yang melukai warga lain ialah atas dasar kesengajaan, yakni mengetahui dan meng-kehendaki akibat dari terjadinya penganiayaan terhadap sang korban—singkatnya, memang dari sejak semula memiliki niat buruk untuk melukai sang korban. Pengecualiannya ada pada tindak pidana yang diatur secara khusus diluar Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP), sebagai contoh tindak pidana lalu-lintas dimana pengemudi membuat pejalan kaki terluka akibat kelalaiannya, pihak pengemudi kendaraan bermotor tetap dapat dipidana.

PEMBAHASAN:

Untuk memudahkan pemahaman perihal tindak pidana penganiayaan sebagaimana diatur dalam KUHP, terdapat sebuah ilustrasi konkret yang cukup mewakili, sebagaimana dapat SHIETRA & PARTNERS cerminkan lewat putusan Mahkamah Agung RI perkara pidana penganiayaan register Nomor 779 K/Pid/2018 tanggal 24 September 2018, dimana terhadap dakwaan Jaksa Penuntut Umum, yang kemudian menjadi putusan Pengadilan Negeri Garut Nomor 32/Pid.B/2018/PN.Grt tanggal 31 Mei 2018, dengan amar sebagai berikut:

MENGADILI :

1. Menyatakan Terdakwa Suryana alias Isur bin Kawa tidak terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana yang didakwakan oleh Penuntut Umum;

2. Membebaskan Terdakwa tersebut oleh karena itu dari dakwaan Penuntut Umum tersebut (Vrijpraak);

3. Memulihkan harkat dan martabat Terdakwa dalam kedudukan semula;

4. Memerintahkan Terdakwa segera dikeluarkan dari tahanan;”

Pihak Jaksa Penuntut Umum mengajukan upaya hukum kasasi, dimana terhadapnya Mahkamah Agung membuat pertimbangan serta amar putusan sebagai berikut:

“Menimbang bahwa terhadap alasan kasasi yang diajukan Pemohon Kasasi / Penuntut Umum tersebut, Mahkamah Agung berpendapat sebagai berikut:

- Bahwa putusan Judex Facti yang menyatakan Terdakwa tidak terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana dalam dakwaan tunggal Penuntut Umum dan membebaskan Terdakwa dari segala dakwaan, tidak salah dan telah menerapkan peraturan hukum sebagaimana mestinya serta cara mengadili telah dilaksanakan menurut ketentuan undang-undang;

- Bahwa putusan Judex Facti telah mempertimbangkan fakta hukum yang relevan secara yuridis dengan tepat dan benar sesuai fakta hukum yang terungkap di muka sidang, tidak ternyata Terdakwa dengan sengaja telah melakukan penganiayaan atau menimbulkan rasa sakit pada orang lain;

- Bahwa berdasarkan fakta hukum yang relevan yang terungkap di muka sidang, dalam pertengkaran mulut antara Terdakwa dengan saksi korban Yadi yang sedang memegang piring berisi makanan, tiba-tiba saksi Enung istri Terdakwa yang akan memisah pertengkaran terpeleset dan jatuh menimpa badan saksi korban yang sedang memegang piring, sehingga saksi korban ikut terjatuh dan wajah saksi korban tertimpa piring yang dipegangnya sehingga wajah saksi korban mengalami luka robek, sedang Terdakwa selanjutnya pergi meninggalkan saksi korban;

- Bahwa berdasarkan fakta hukum tersebut, luka robek pada wajah saksi korban bukanlah karena perbuatan Terdakwa melainkan karena piring yang dipegang saksi korban terjatuh dan menimpa wajah saksi korban sendiri. Dengan demikian perbuatan materiil Terdakwa yang sedemikian rupa itu tidak memenuhi unsur tindak pidana yang didakwakan kepadanya sebagaimana dakwaan tunggal Penuntut Umum, dan Judex Facti telah mempertimbangkan dan memutuskan dengan tepat dan benar dengan membebaskan Terdakwa dari segala dakwaan;

- Bahwa selain itu alasan kasasi Penuntut Umum lainnya berkenaan dengan penilaian hasil pembuktian yang bersifat penghargaan tentang suatu kenyataan, alasan semacam itu tidak dapat dipertimbangkan dalam pemeriksaan pada tingkat kasasi karena pemeriksaan pada tingkat kasasi hanya berkenaan mengenai apakah benar suatu peraturan hukum tidak diterapkan atau diterapkan sebagaimana mestinya, atau apakah cara mengadili tidak dilaksanakan menurut ketentuan undang-undang, dan apakah pengadilan telah melampaui batas wewenangnya sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal 253 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana;

“Menimbang bahwa berdasarkan pertimbangan tersebut di atas, Pemohon Kasasi / Penuntut Umum tersebut tidak dapat membuktikan bahwa putusan Judex Facti tidak memenuhi ketentuan Pasal 253 Ayat (1) Huruf a Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana. Dengan demikian, berdasarkan Pasal 254 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana maka permohonan kasasi dari Penuntut Umum tersebut ditolak;

M E N G A D I L I :

Menolak permohonan kasasi dari Pemohon Kasasi / Penuntut Umum pada Kejaksaan Negeri Garut tersebut;”

© Hak Cipta HERY SHIETRA.

Budayakan hidup JUJUR dengan menghargai Jirih Payah, Hak Cipta, Hak Moril, dan Hak Ekonomi Hery Shietra selaku Penulis.