Ambivalensi Moratorium Hukuman Mati, Insentif bagi Pelaku Kejahatan dan Disinsentif bagi Kalangan Korban

Bukan Vonis Hukuman Mati yang Tidak Efektif, namun Eksekusinya yang Efektif atau Tidak—Keduanya merupakan Dua Hal yang Saling Berbeda

Question: Sudah banyak kasus-kasus peredaran obat-obatan terlarang yang pelakunya ditangkap dan divonis hukuman mati oleh pengadilan. Namun mengapa peredaran gelap obat-obatan terlarang ini masih juga marak terjadi?

Brief Answer: Betul banyak sudah banyak pelaku-pelaku peredaran ilegal obat-obatan terlarang dihukum “pidana mati” oleh pengadilan selaku Lembaga Yudikatif. Akan tetapi kendala utamanya terletak pada “political will” pihak Lembaga Eksekutif, apakah akan melaksanakannya atau tidak. Dewasa ini Lembaga Eksekutif tidak kunjung mengeksekusi mati para narapidana yang telah dihukum “pidana mati” sekalipun telah berkekuatan hukum tetap, dengan mengatas-namakan “moratorium”, hak asasi manusia, dsb. Akibatnya, efek jera dibalik ancaman “hukuman mati” ibarat “macan ompong” dan “gertak sambal”, yang kehilangan “sakralitas” maupun “wibawa”-nya di mata para kalangan kriminil.

PEMBAHASAN:

Terdapat sebuah ilustrasi konkret yang cukup mencerminkan permasalahan klise terkait efektivitas “hukuman mati”, sebagaimana dapat SHIETRA & PARTNERS rujuk preseden berupa putusan Mahkamah Agung RI perkara pidana No. 1415 K/PID.SUS/2017 tanggal 21 Agustus 2017, berupa pertimbangan hukum dan amar putusan sebagai berikut:

“Menimbang, bahwa terhadap alasan kasasi dari Pemohon Kasasi / Para Terdakwa tersebut Mahkamah Agung berpendapat sebagai berikut:

“Bahwa alasan Kasasi Para Terdakwa pada pokoknya sependapat dengan putusan Judex Facti dalam hal menyatakan Terdakwa terbukti bersalah melakukan tindak pidana melanggar Pasal 114 Ayat (2) Jo. Pasal 132 Ayat (1) Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009. Namun demikian Terdakwa tidak sependapat dengan putusan Judex Facti mengenai penjatuhan pidana mati. Keberatan tersebut tidak dapat dibenarkan;

“Bahwa keberatan Para Terdakwa dalam memori kasasi dari Para Terdakwa terkait alasan pertimbangan putusan Mahkamah Konstitusi yang menyatakan bahwa pidana mati sebagai “hukuman khusus” yang diterapkan pada kasus-kasus berat saja. Keberatan tersebut relevan dan sejalan dengan tindak pidana narkotika yang dilakukan Para Terdakwa sebagai tindak pidana yang berat, bahkan tindak pidana narkotika ditempatkan sebagai tindak pidana luar biasa (extra ordinary crime). Sehingga sangat layak dan beralasan Para Terdakwa dijatuhi pidana mati;

“Bahwa tindak pidana narkotika yang digolongkan sebagai tindak pidana yang berat sehingga dijadikan extra ordinary crime diberlakukan hukuman khusus berupa pidana mati;

“Bahwa alasan dijatuhkannya pidana mati bagi Para Terdakwa atau pelaku tindak pidana yang terbukti melakukan kegiatan peredaran gelap narkotika seperti perbuatan Para Terdakwa menjadi perantara dalam jual beli, menerima, menyerahkan narkotika golongan I jenis ecstasy yang sangat banyak dengan jumlah 140.000 (seratus empat puluh ribu) butir sangat beralasan dari segi hukum dan keadilan bagi untuk dijatuhi pidana mati;

“Bahwa putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 2-3/PUU-V/2007, halaman 430-431 sebagaimana dimaksud Para Terdakwa dalam memori kasasinya tidak melarang penjatuhan pidana mati, justru Mahkamah Konstitusi berpendapat pidana mati konstitusional dan tidak bertentangan dengan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945;

“Bahwa banyak Negara masih memberlakukan pidana mati terhadap tindak pidana narkotika bahkan ada Negara seperti Filipina mengeksekusi para pelaku tindak pidana narkotika tanpa melalui proses peradilan;

“Bahwa pidana mati terhadap tindak pidana narkotika di Indonesia masih tetap dipertahankan dan dibutuhkan dalam rangka mengurangi pasokan narkotika dari luar wilayah Indonesia yang semakin meningkat disebabkan karena selama beberapa tahun ini terjadi moratorium pidana mati. Fakta menunjukan dengan adanya moratorium pidana mati menjadi faktor pemicu para pelaku peredaran gelap tindak pidana narkotika semakin meningkat dan nekat melakukannya;”

M E N G A D I L I :

- Menolak permohonan kasasi dari Pemohon Kasasi / Terdakwa I TOR ENG TART alias GENDUT dan Terdakwa II OOI SWEE LIEW alias ASOH tersebut;”

© Hak Cipta HERY SHIETRA.

Budayakan hidup JUJUR dengan menghargai Jirih Payah, Hak Cipta, Hak Moril, dan Hak Ekonomi Hery Shietra selaku Penulis.

Konsultan Hukum HERY SHIETRA & PARTNERS