Memasukkan Keterangan kedalam Surat yang Isinya Tidak Benar dan Menggunakannya, Dipidana
Question: Apa akibat hukumnya, membuat laporan kehilangan sertifikat tanah, meskipun sebenarnya surat tanah kami sedang kami agunkan kepada orang lain?
Brief Answer: Dapat dipidana karena “memakai surat palsu”,
yakni surat yang isinya mengandung kebohongan, yakni berisi keterangan “kehilangan
sertifikat tanah” meskipun sebenarnya “tidak kehilangan”—dimana akibatnya,
terdapat pihak lain yang berkepentingan menjadi dirugikan.
PEMBAHASAN:
Konsekuensi yuridis dibalik melaporkan
kehilangan sertifikat hak atas tanah yang sebetulnya “tidak hilang”, untuk itu SHIETRA
& PARTNERS dapat merujuk ilustrasi konkret berupa putusan Mahkamah
Agung RI perkara pidana register Nomor 582 K/Pid/2019 tanggal 29 Juli 2019, dimana
Terdakwa didakwa karena telah dengan sengaja memakai surat palsu atau yang
dipalsukan seolah-olah sejati, dan pemakaian surat itu dapat menimbulkan
kerugian.
Terhadap tuntutan Jaksa
Penuntut Umum (JPU), yang kemudian menjadi Putusan Pengadilan Negeri Palu Nomor
305/Pid.B/2018/PN.Pal tanggal 13 September 2018, dengan amar sebagai berikut:
“MENGADILI :
1. Menyatakan Terdakwa WASITO NAWIKARTHA PUTRA, tidak terbukti secara sah
dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana sebagaimana didakwakan dalam
dakwaan Tunggal Penuntut Umum;
2. Membebaskan Terdakwa oleh karena itu dari dakwaan Penuntut Umum;
3. Memulihkan hak-hak Terdakwa dalam kemampuan, kedudukan, harkat serta
martabatnya;”
Pihak JPU mengajukan upaya
hukum kasasi, dimana terhadapnya Mahkamah Agung membuat pertimbangan serta amar
putusan sebagai berikut:
“Menimbang bahwa terhadap
alasan kasasi yang diajukan Pemohon Kasasi / Penuntut Umum tersebut, Mahkamah
Agung berpendapat sebagai berikut:
- Bahwa alasan kasasi Penuntut Umum dapat dibenarkan karena judex facti
telah salah menerapkan hukum dan telah salah mempertimbangkan fakta yang
relevan secara yuridis dimana Terdakwa terbukti telah membuat surat palsu
tentang laporan kehilangan atas sertifikat tanah PT. Kebun Sari yang pada
kenyataannya sertifikat asli tanah PT. Kebun Sari tersebut tidak hilang, dengan
surat tersebut Terdakwa telah membuat sertifikat pengganti di Badan Pertanahan
Nasional;
- Bahwa alasan kasasi Penuntut Umum dapat dibenarkan karena putusan judex
facti / Pengadilan Negeri keliru atau salah menerapkan hukum sebagaimana
mestinya karena berdasarkan fakta-fakta hukum yang relevan secara yuridis
sebagaimana yang terungkap di dalam persidangan berdasarkan alat-alat bukti
yang diajukan secara sah sesuai dengan ketentuan hukum yaitu Majelis Hakim
berpendapat bahwa Terdakwa terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah
melakukan tindak pidana dengan sengaja menggunakan surat palsu atau yang dipalsukan
seolah-olah sejati yaitu surat keterangan hilang dari Polisi Resort Kota Palu,
Nomor Polisi No.Pol.: C-1040/VIII/2002/PMT/RESTA PALU tanggal 29 Agustus 2002
di dalam persidangan Pengadilan Tata Usaha Negara dalam perkara Nomor
22/G/2013/PTUN PL dan pemakaian surat itu dapat menimbulkan kerugian bagi
saksi H. ABDUL RASYID kurang lebih sebesar Rp4.200.000.000,00 (empat miliar dua
ratus juta rupiah) karena tidak dapat menguasai / memiliki asset tanah tersebut
dengan pertimbangan fakta-fakta hukum yang terungkap di persidangan sebagai
berikut:
- Bahwa benar dokumen Asli Akta Jual Beli Nomor 20 Tahun 1978 tentang
jual beli tanah di Desa Mamboro Kecamatan Tawaeli Kabupaten Donggala Sulawesi
Tengah seluas ± 24.600 M² antara Sdr. TANDOTO selaku penjual dan Sdr. H. ABD.
RASYID selaku pembeli, juga Akta Jual Beli Nomor 74 Tahun 1979 tentang jual
beli tanah di Desa Mamboro Kecamatan Tawaeli Kabupaten Donggala Sulawesi Tengah
seluas ± 30.000 M² antara Sdr. Drs. A. GHANI HALI selaku penjual dengan Sdr.
ABD. RASYID selaku pembeli senyatanya tidak hilang dan ada pada penguasaan
H. ABD. RASYID selaku pemilik tanah dalam perkara a quo, dan Terdakwa
tidak pernah mencari dan menanyakan keberadaan Akta Jual Beli Nomor 20 Tahun 1978
dan Akta Jual Beli Nomor 74 Tahun 1979 kepada H. ABD. RASYID sebelum membuat
laporan kehilangan pada pihak Kepolisian.
- Bahwa demikian pula surat keterangan hilang surat yang dimaksud digunakan
pula oleh Terdakwa untuk sebagai persyaratan dalam penerbitan SHGB Nomor 127
atas nama PT. Kebun Sari;
- Bahwa ternyata berdasarkan Putusan Pengadilan Tata Usaha Negara Palu
Nomor 22/G/2013/PTUN PL juncto Putusan Mahkamah Agung RI Nomor 68 K/TUN/2015
tanggal 10 Maret 2015 menyatakan batal Sertifikat HGB Nomor 127 Tahun 2002
tertanggal 26 September 2002, atas nama PT. Kebun Sari;
- Bahwa berdasarkan fakta-fakta hukum yang terungkap tersebut di atas maka
perbuatan Terdakwa memenuhi lingkup unsur Pasal 263 Ayat (2) KUHP sesuai dengan
dakwaan tunggal Penuntut Umum;
- Bahwa dengan dasar pertimbangan-pertimbangan tersebut maka Terdakwa
harus dinyatakan terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak
pidana: “Menggunakan surat palsu”, dan Terdakwa harus dijatuhi pidana
berdasarkan alasan-alasan yang tercantum dalam Pasal 197 Ayat (1) huruf f KUHAP
sehingga Terdakwa harus dijatuhi pidana seperti yang tercantum dalam amar
putusan di bawah;
- Bahwa selanjutnya maka terdapat alasan yang cukup sesuai ketentuan hukum
untuk mengabulkan kasasi Penuntut Umum, dan membatalkan putusan judex facti / Pengadilan
Negeri serta mengadili sendiri sesuai dengan amar putusan di bawah ini;
“Menimbang bahwa berdasarkan
pertimbangan-pertimbangan tersebut di atas Mahkamah Agung berpendapat Terdakwa
tersebut telah terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak
pidana sebagaimana didakwakan oleh Penuntut Umum tersebut dalam dakwaan tunggal
oleh karena itu Terdakwa tersebut dijatuhi pidana;
“M E N G A D I L I :
- Mengabulkan permohonan kasasi dari Pemohon Kasasi / Penuntut Umum pada
Kejaksaan Negeri Palu tersebut;
- Membatalkan Putusan Pengadilan Negeri Palu Nomor 305/Pid.B/2018/PN.Pal
tanggal 13 September 2018;
MENGADILI SENDIRI:
1. Menyatakan Terdakwa WASITO NAWIKARTHA PUTRA terbukti secara sah dan
meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana “Menggunakan surat palsu atau
yang dipalsukan”;
2. Menjatuhkan pidana kepada Terdakwa oleh karena itu dengan pidana penjara
selama 1 (satu) tahun dengan ketentuan pidana tersebut tidak perlu dijalani
kecuali di kemudian hari ada putusan Hakim yang menentukan lain, karena
Terpidana melakukan suatu tindak pidana sebelum masa percobaan selama 2 (dua)
tahun berakhir;”
© Hak Cipta HERY SHIETRA.
Budayakan
hidup JUJUR dengan menghargai Jirih
Payah, Hak Cipta, Hak Moril, dan Hak Ekonomi Hery Shietra selaku Penulis.